tag:blogger.com,1999:blog-69245164260139319632024-03-12T23:08:07.899-07:00SAUNG INTERNETsaung internet adalah sebuah tempat dimana orang-orang dapat mencari berbagai informasi......dan saung internet melayani jasa design grafis, printing, pengetikan dan lain-lainSAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.comBlogger64125truetag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-66354676621027851272009-08-18T18:25:00.000-07:002009-08-18T18:39:17.119-07:00STRUKTUR ANATOMI SISTEM PERKEMIHAN<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_Bzi15QY5TsR4dIGmDhbNEgLsXJuvhVwNgrP_tkCLqHJ-bVtiQMeciQdtYn1HgqRN-p4m6NF5RuK7LwVME8m8x9jusKClvpTKlVf4mb83xq6RDNYrO7paav7GlU8RDqIeDRRss6ELN9k/s1600-h/urinary-copy.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 300px; height: 252px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_Bzi15QY5TsR4dIGmDhbNEgLsXJuvhVwNgrP_tkCLqHJ-bVtiQMeciQdtYn1HgqRN-p4m6NF5RuK7LwVME8m8x9jusKClvpTKlVf4mb83xq6RDNYrO7paav7GlU8RDqIeDRRss6ELN9k/s400/urinary-copy.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5371482107692502930" /></a><br /><br /> Bagian-bagian saluran perkemihan:<br />1. Ginjal (renal)<br />- Bentuk seperti kacang<br />- Ginjal dalam tubuh ada dua.<br />- Bagian-bagiannya:<br />a. Korteks<br />b. Medulla<br />c. Caliks mayor dan minor<br />d. Pelfis renalis<br />Pada ginjal terdapat hilus dan sinus renalis.<br />Isi hilus renalis: fasa renalis, limfe, saraf, dan ureter<br />Isi sinus renalis: fasa renalis, limfe, saraf, dan pelvis renalis<br />2. Ureter<br />Letak : dari lumbal sampai hipogastrik<br />Panjang : + 30 cm<br />3. Vesica urinaria<br />Fungsi : menampung urine sementara sebelum dikeluarkan.<br />Struktur:<br />- os. ureteris dextra<br />www.sekolahperawat.wordpress.com<br />- os. ureteris sinistra<br />- oriviseum uretra internum<br />4. Urethra<br />Panjang:<br />- Laki-laki : 18-20 cm;<br />- Perempuan : 4 cm → wanita lebih beresiko kena kanker<br />Fungsi:<br />- Laki-laki: jalan keluar sperma dan urine<br />- Perempuan : jalan keluar urine<br />Pada laki-laki memiliki 5 bagian (pars):<br />- Intramural<br />- Prostatika<br />- Membranasea<br />- Bulbaris<br />- Spongeosa<br /> Topografi ginjal<br />Letak: di region lumbal posterior, ginjal kanan: VL2-VL4, kiri: VL1-VL4<br />Vaskularisasi: diperdarahi oleh arteri dan vena renalis<br />Pembungkus ginjal:<br />a. Kapsula renalis<br />b. Vasia renalis<br />c. Kapsula diposa<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZz_ujfMZ0X__QuN3ch7JygNTfu1-iuekUc5yw-lWn4Vh6vqs1C6QtVOoytsfj9VPEeDTFe1s_mCNz0NlLN7NeHtmlmSpwWaCi745Gu9CwONLiCj_y7-HnR32iPEnA-joN1Hj1xXtfp2I/s1600-h/renal-copy.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 283px; height: 299px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZz_ujfMZ0X__QuN3ch7JygNTfu1-iuekUc5yw-lWn4Vh6vqs1C6QtVOoytsfj9VPEeDTFe1s_mCNz0NlLN7NeHtmlmSpwWaCi745Gu9CwONLiCj_y7-HnR32iPEnA-joN1Hj1xXtfp2I/s400/renal-copy.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5371481957372281170" /></a>SAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-81059787463153594152009-08-18T18:24:00.000-07:002009-08-18T18:25:01.562-07:00Sistem PerkemihanSistem Perkemihan<br />(The Urinary System)<br />Fungsi Sistem Perkemihan<br />• Membuang sisa metabolisme :<br />• Sisa metabolisme Nitrogenous : ureum, creatinin, uric acid.<br />• Racun-racun/Toxins<br />• Obat-obat/Drugs<br />Fungsi Sistem Perkemihan<br />• Pengaturan homeostasis :<br />• Keseimbangan air<br />• Elektrolit<br />• Keseimbangan asam-basa darah<br />• Tekanan darah<br />• Produksi darah merah<br />• Mengaktifkan vitamin D<br />Organ sistem perkemihan<br />• Ginjal/Kidneys<br />• Ureter/Ureters<br />• Kandung kemih<br />(urinary bladder)<br />• Uretra/Urethra<br />Bagian Ginjal<br />• Renal cortex – outer region<br />• Renal medulla – inside the cortex<br />• Renal pelvis – inner collecting tube<br />Nephrons<br />• Struktur dan fungsi unit terkecil ginjal<br />• Bertanggungjawab membentuk urine<br />• Struktur nephrons :<br />• Glomerulus<br />• Renal tubule (tubulus renalis)<br />Bentuk Nephrons<br />• Cortical nephrons<br />• Berada pada cortex<br />• Sebagian besar nephrons<br />Bentuk Nephrons<br />• Juxtamedullary nephrons<br />• Dijumpai pada batas cortex dan medulla<br />Glomerulus<br />• Jaringan Kapiler khusus <br />• Melekat pada arterioles kedua sisi <br />• afferent arteriole<br />• efferent arteriole<br />• Berada dlm glomerular capsule (bag.pertama renal tubule)<br />Renal Tubule<br />• Glomerular (Bowman’s) capsule<br />• Proximal convoluted tubule<br />• Loop of Henle<br />• Distal convoluted tubule<br />• Filtration<br />(filtrasi)<br />b. Reabsorption<br />(reabsorpsi)<br />c. Secretion<br />(sekresi)<br />Filtrasi (Filtration)<br />• Air dan senyawa-senyawa kecil proteins dapat melewati dinding kapiler<br />• Sel-sel darah tak dapat melewati dinding kapiler<br />• Filtrate (hasil filtrasi) dikumpulkan glomerular capsule, kemudian ke renal tubule<br />(Reabsorpsi) Reabsorption<br />• Peritubular capillaries menyerap :<br />• Air<br />• Glucosa<br />• Asam amino<br />• Ion-ion<br />• Penyerapan sebagian besar terjadi pada proximal convoluted tubule<br />Zat yang tak direabsorbsi<br />• Sisa metabolisme Nitrogenous<br />• Urea<br />• Uric acid<br />• Creatinine<br />• Air yang berlebihan<br />Sekresi (Secretion)<br />(Kebalikan Reabsorpsi)<br />• Beberapa zat berpindah dari peritubular capillaries ke renal tubules<br />• Hydrogen and potassium ions<br />• Creatinine<br />• Zat-zat meninggalkan renal tubule berpindah ke ureter<br />Karakteristik Urine digunakan untuk Diagnosa<br />• Warna kuning disebabkan pigment urochrome (dari penghancuran hemoglobin) and zat-zat terlarut lain<br />• Steril<br />• Sedikit beraroma<br />• pH Normal sekitar 6 (4.5-8)<br />• Specific gravity : 1.001 to 1.035<br />Ureter<br />• Saluran “Tube” yang melekat pada ginjal dan menuju ke Kandung kemih (bladder)<br />• Merupakan lanjutan renal pelvis<br />• Masuk melalui bagian posterior kandung kemih<br />• Peristalsis membantu gaya grafitasi untuk memindahkan urine.<br />Kandung kemih <br />(Bladder/Vesica Urinaria)<br />• “Smooth”, “collapsible”, kantong berotot.<br />• Menampung/menyimpan urine sementara<br />Kandung kemih<br />• Trigone – tiga pembukaan<br />• Dua dari ureter<br />• Satu ke urethrea<br />Dinding Kandung kemih<br />• 3 Lapisan otot polos (detrusor muscle)<br />• Mukosa : “transitional epithelium”<br />• Dinding : tebal dan berlipat saat kandung kemih kosong<br />Urethra<br />• Tube berdinding tipis yang memindahkan urine dari kandung kemih ke luar tubuh degan gerak peristalsis<br />• Pengeluaran urine diatur oleh dua katup (sphincters)<br />• Internal urethral sphincter (tanpa sadari/involuntary)<br />• External urethral sphincter (disadari/voluntary)<br />Berkemih (Micturition/Voiding)<br />• Kedua katup (sphincter) otot harus terbuka agar dapat berkemih<br />• Internal urethral sphincter : direlakskan setelah peregangan kandung kemih<br />• Pengkatifan ini berasal dari impulse dikirim ke spinal cord dan kemudian balik melalui saraf pelvic splanchnic<br />• External urethral sphincter : harus direlakskan secara sadarSAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-35573334720259992292009-08-18T18:22:00.000-07:002009-08-18T18:24:11.285-07:00Anatomi sistem PerkemihanSistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).<br />Susunan Sistem Perkemihan<br />Sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan d) satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.<br />Ginjal (Ren)<br />Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.<br />Fungsi ginjal<br />Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.<br />Fascia Renalis terdiri dari:<br />Fascia renalis terdiri dari a) fascia (fascia renalis), b) Jaringan lemak peri renal, dan c) kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal<br />Struktur Ginjal<br />Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.<br />Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.<br />Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.<br />Proses pembentukan urin<br />Tahap pembentukan urin<br />1. Proses Filtrasi ,di glomerulus<br />terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus.<br />2. Proses Reabsorbsi<br />Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.<br />3. Proses sekresi.<br />Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.<br />Pendarahan<br />Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior.<br />Persarafan Ginjal<br />Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.<br />Ureter<br />Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.<br />Lapisan dinding ureter terdiri dari:<br />1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)<br />2. Lapisan tengah lapisan otot polos<br />3. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa<br />Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.<br />Vesika Urinaria (Kandung Kemih)<br />Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). letaknya d belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.<br />Dinding kandung kemih terdiri dari:<br />1. Lapisan sebelah luar (peritoneum).<br />2. Tunika muskularis (lapisan berotot).<br />3. Tunika submukosa.<br />4. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).<br />Uretra<br />Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.<br />Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:<br />1. Urethra pars Prostatica<br />2. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)<br />3. Urethra pars spongiosa.<br />Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi.<br />Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:<br />1. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.<br />2. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.<br />3. Lapisan mukosa.<br />Urin (Air Kemih)<br />Sifat fisis air kemih, terdiri dari:<br />1. Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya.<br />2. Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.<br />3. Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya.<br />4. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.<br />5. Berat jenis 1,015-1,020.<br />6. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).<br />Komposisi air kemih, terdiri dari:<br />1. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.<br />2. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan kreatinin.<br />3. Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.<br />4. Pagmen (bilirubin dan urobilin).<br />5. Toksin.<br />6. Hormon.<br />Mikturisi<br />Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:<br />1. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml urin), keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2.<br />2. adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih.<br />Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang) Sebagian besar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di pelajari “latih”. Sistem saraf simpatis : impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis: impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi MIKTURISI (normal: tidak nyeri).<br />.<br />Ciri-Ciri Urin Normal<br />1. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk.<br />2. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.<br />3. Baunya tajam.<br />4. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.<br />Bahan Bacaan<br />Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II. Jakarta: EGC<br />Pearce, Efelin C. 2006. Anatomi dan fisiologi untuk paramedic Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama<br />Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta: EGC<br />Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC<br />Ditulis dalam kesehatan. 2 Komentar »SAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-25232032482002815492009-08-18T18:21:00.000-07:002009-08-18T18:22:51.233-07:00PERKEMIHANMengatur keseimbangan air dan mineral di dalam tubuh,mengeluarkan zat-zat sisa(misalnya urea, dan amoniak).<br /><br />1.Proses pembentukan urine<br />Ginjal mengandung blebih dari 1 juta neprhon yang terdiri dari satu renal karpuskal dan tubulus-tubulus dengan bentuk yang jelas.Setiap hari ada sekitar 1700L<br />Darah (1,2L/menit),yang mengalir melalui nepron yang terletak di dalam korteks renalis.Kapile-kapiler gromerolus menghasilkan sekitar 180L cairan filtrat setiap hari,99% akan di serap kembali oleh system tubulus dan masuk ke dalam darah.Sisa cairan akan menjadi lebih pekat di dalam medulla renalis di ansa henle dan tubulus colligentos.Akhirnya cairan mengalir ke dalam renal cilicus,urn dan pelvis renis melalui ureter masuk ke dalam vesica urinaria dan dari sini dikeluarkan melalui uretra (kira-kira 1,5L/hari).<br /><br />Komposisi normal urine<br />jimlah:900-1500ml/24 jam (bervariasi sesuai dangan asupan cairan dan jumlah cairan yang keluar melalui jalan lain).<br />Berat jenis:N02-1003(yang menandakan jumlah substansi yang terr=larut di dalamnya),<br />Reaksi:Asam PH sekitar 0,6.<br />Warna:Sehubungan dengan urokom (pigmen yang berasal tak tentu).<br />-Kompisisi<br />a.Air<br />b.Urea 20-30 dalam 24 jam<br />c.Asam urat 0,6 gram dalam 24 jam<br />d.Kretinin 1-2 gram dalam 24 jam<br />e.Natrium kaium ffosfat<br />f.klorida sulfat.<br /><br />Bagian-Bagian Nefron<br />nefron terbentuk dari tubulus renalis,merupakan gromerolus dan berhubungan dengan pembuluh darah.Masing-masing tubulus renalis merupakan tubulus yang berbengkok-bengkok,di selaputi oleh lapisan sel-ssel kuboid.Tubulus renalis mulai sebagai kapsula bowmandula,lapisan terbentuk mangkuk menutupi gromerolus;saling melilitkan diri membentuk tubulus kovolute proksimal,menjalar dan korteks sebagian medulla dan sebagian lagi ke bagian korteks membentuk tubulus konvolute distal berakhir dgn memasuki tubulus pengumpul.<br /><br />Pencernaan<br />1.mulut:Memasukkan makanan<br />2.Lambung:Menampung makana dalam kantung dan melepaskan makanan tersebut secara bertahap dalam usus.<br />3.Usus halus:Mensekresikan cairan usus,menerima cairan empedu dan pancreas,mencerna makanan,mengabsorbsi air,gram dan vitamin.<br />4.Usus Besar<br />mernsekresikan kalium ke dalam klandungan kolon.<br /><br />Perkemihan<br />1. Ureter<br />2. kandung kemih<br />3. uretra<br />proses feses<br />Bahan makanan di serat pembuluh getah bening melalui lipatan usus kemudian masuk usus besar kemudian bubur bahabn makanan itu di padatkan,di tampung melalui gerak antiperistaltik yang terdiri dari bakteri yang dikeluarkan.<br /><br /><br />5.Suplai darah dari arteria renalis dari aorta,kemudian arteria renalis kanan melewati bagian belakang vena kava inferior,jumlah darah lewat melalui ginjal nadalah sangat besar .Sedangkan suplai darah yang melalui vena renalis ke dalam vena kava inferior lalu vena kava renalis kiri melalui bagian depan.<br /><br />2.Proses Berkemih<br />bagian cairan dari darah (bebas dari se-sel darah dan protein )difilter di bawah tekanan ke dalam tubulus yang panjang dalam ginjal,tubulus ginjal secara selektif permiabel dan kebanyakan terhadap cairan dan setiap perrsenyawaan esensial direabsorbsi kembali ke dalam darah.kemudian sampah nitrogen dan asam-asam di buang dalam bentuk urine yang mengalir ke ureter kedalam kandung kemih dan di ekresikan pada invral waktu melalui uretra atau pada saat terjadi miksi.<br /><br />komposisi cairan tubuh manusia<br />Air ialah komponen yang paling banyak di tubuh manusia, menyusun sekitar 60% berat tubuh dengan kisaran antara 40% sampai 80% kandungan H2O seseorang berada dalam rentang konstan selama suatu periode waktu, terutama disebabkan oleh efisiensi ginjal mengatur keseimbangan H2O.<br />Cairan yang bersikulasi di seluruh tubuh di dalam ruang cairan intrasel (CIS) dan ekstrasel (CES) mangandung elektrolit , mineral dan sel.<br />2. –Asam<br />- Sidemia<br />- Anion<br />- Bosa<br />- Kation<br />- Elektrolit<br />- Ion<br />- Pn<br /><br />3. Tekanan osmotik merupakan tekanan dengan kekuatan untuk menarik air dan kekutatan ini bergantung pada jumlah molekul di dalam larutan suatu larutan dengan kosentrasi solut yang tinggi tekanan osmotik yang tinggi sehingga air akan tertarik masuk ke dalam larutan tersebut . sedangkan tekanan hidrostatik adalah tekanan yang di hasilkan atau suatu likuid di dalam sebuah ruangan. Darah dan cairan arteri akan memasuki kapiler jika tekanan hidrostatik lebih tinggi dari tekanan interstitial, sehingga cairan dan solut berpindah dari kapiler menuju sel.<br /><br />6. Elektrolit merupakan sebuah unsur atau senyawa , yang jika melebur atau pelarut lain jika melebur atau larut di dalam air atau pelarut lain akan pecah manjadi ion dan mampu membawa muatan listrik . Elektrolit yang memeliki muatan positif di sebut kation sedangkan elektrolit yang mem,eliki muatan negatif di sebut anion.<br />Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk fungsi tubuh termasuk fungsi neorromuskular dan keseimbangan asam basa. Contoh : mineral, zat besi dan zink.<br /><br />8. Hormon utama yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit adalah ADH aldesteron , glukokor tikoid. Keadaan kekurangan air akan meninggkatkan osmolalitas darah dan keadaan ini akan di respons oleh kelenjar hipofisis dengan melepaskan ADH . ADH akan menurunkan produksi urine dengan cara meningkatkan reabsorpsi air oleh tubulus gijal. Aldesteron merupakan suatu mineralokortikoid yang di produksi atau korteks aldernal . Aldesteron mengatur tubulus ginjal mengekskresikan kalium dan mengabsorpsi dan di kembalikan ke volume darah.kekurangan volume cairan darah mnisalnya karena pendarahan kehilangan cairan pencernaan , dapat menstimulsi sekresi aldesteron ke dalam darah. Glukokortikoid mempengaruhi keseimbangan air dan elektrolit.<br /><br />7. Fungsi utama Na yaitu:<br />• Untuk mempertahankan keseimbangan air<br />• Menstranmisi implus saraf<br />• Melakuka kontraksi otot<br /><br />Kalium<br />• Untuk mengatur eksitabilitas ( rangsangan ) heuromuskular dan kontraksi otot<br />• Pengaturan keseimbangan asam basa karena ion kalium dapat di tukar denagn ion hidrogen<br /><br />Pengertian Asam dan Basa<br />Asam ialah sekelompok zat yang mengandung disosias, atau terpisah (terurai) apabila berada dalam larutan untuk menghasilkan H+ bebas dan anion (ion bermuatan negatif).<br />Basa ialah bahan yang dapat berikatan dengan H+ bebas dan dengan demikian menarik ion tersebut dari larutan. Basa kuat dapat lebih mudah berikatan dengan H+ dari pada basa lemah.<br /><br />3 sistem utama yang mengatur kosentrasi ion H2 yaitu:<br />1.Sistem penyangga Asam dan Basa kimiawi dalam cairan tubuh :<br />2.Pusat pernafasan<br />3.Ginjal<br /><br />3. a. Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh yang dengan segera bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan ; Sistem Penyangga asam karbonat : bikarbonat fungsi penyangga CES primer terhadap perubahan asam non karbonat. ; sistem penyangga Protein : penyangga CIS primer dan menyangga CES. ; Sistem penyangga Hemoglobin : penyangga utama terhadap perubahan asam karbonat; Sistem penyangga fosfat : penyangga sistem kemih yang penting, juga menyangga CIS.<br />b. Pusat pernafasan mengatur pembuangan CO2 dari cairan ekstraseluler<br />c. Ginjal yang dapat mengekskresikan urin asam atau urin alkalin sehingga menyesuaikan kembali konsentrasi ionhidrogen cairan ekstraseluler menuju normal.<br /><br />Peran Ginjal:<br />1.Mengontrol keseimbangan asam basa dengan mengeluarkan urin yang asam atau basa<br />1. Mencegah kehilangan Bicnat dalam urin<br />2. Ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstrasiluler melalui 3 mekanisme dasar:<br />sekresi ion hidrogen<br />reabsorbsi ion bicnat yang di saring<br />produksi ion bicnat baru<br />3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam pengaturan jangka-panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran ginjal sebagai pengatur keseimbagan dan H2O.<br />4. Memelihara osmolaritas ( konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh, terutama melalui pengaturan H2O. Mensekresikan (eliminasi) produk-produk sisa (buangan) dalam metabolisme tubuh, misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk, zat sisa tersebut bersifat toksik, treutama bagi otak.<br />5. Mengekresikan bnayak senyawa asing, misalnya obat, zat penambah pada makanan, pestisida dan bahan-bahan oksida dan nutrisi lainya yang berhasil masuk kedalam tubuh.<br />6. Mensekresikan eritropoietin, suatu hormon yang dapat merangsang pembentukan sel darah merah.<br />7. Mensekresikan renin suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai yang penting dalam konservasi garam oleh ginjal.<br />8. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.<br /><br />Topik pendidikan kesehatan yang dapat diberikan kepada pasien dengan kasus distensi abdomen, dan Bladder distensi<br />Bladder distensi ialah peregangan kandung kemih<br />Topik yang dapat diberikan yaitu<br />Sistem perkemihan : Jika pasien ada keinginan untuk berkemih maka jangan ditahan karena antara saluran pencernaan dan perkemihanitu berbeda.<br />Apabila pasien ingin BAB tapi takut hecting akan membuka kembali dengan cara memberikan penyuluhan tentang eliminasi. Jadi boleh BAB tapi tidak boleh banyak mengedan karena jika banyak mengedan dikhawatirkan hecting akan membuka kembali. Apabila pasien tetap takut BAB harus dibantu dengan huknah gliserin/ penggunaan obat sopositoria, karena apabila feses tidak dikeluarkan akan mengakibatkan tubuh akan keracunan, distensi abdomen, dan muntah proyektil.<br /><br />Penyuluhan Kesehatan ”Diet Tinggi Serat” dengan tujuan merangsang peristaltik usus agar BAB atau defekasi dapat normal kembali.<br />Pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi :<br />Makanan cukup kalori dan protein<br />Meningkatkan vitamin terutama B1 dan B kompleks dan mineral, untuk memelihara kekuatan otot pencernaan .<br />Banyak minum atau cairan dua-dua setengah liter sehari, untuk melancarkan defekasi atau melunakkan feses.<br />Tingg serat dan bahan makanan yang dapat merangsang peristaltik usus.<br />Bahan makanan yang dianjukan susu,agar-agar, gula, beras atau karbohidrat, sayuran, sebagian dalam bentuk mentah, kacang-kacangan, buah-buahan, terutama yang dapat dimakan kulitnya.SAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-16479511087873233562009-01-10T04:45:00.001-08:002009-01-10T04:45:36.103-08:00ASKEP LIPOMADefinisi<br />Lipoma adalah suatu tumor (benjolan) jinak yang berada dibawah kulit yang terdiri dari lemak. Biasanya lipoma dijumpai pada usia lanjut (40-60 tahun), namun juga dapat dijumpai pada anak-anak. Karena lipoma merupakan lemak, maka dapat muncul dimanapun pada tubuh ini. Jenis yang paling sering adalah yang berada lebih ke permukaan kulit (superficial). Biasanya lipoma berlokasi di kepala, leher, bahu, badan, punggung, atau lengan. Jenis yang lain adalah yang letaknya lebih dalam dari kulit seperti dalam otot, saraf, sendi, ataupun tendon.<br /><br />Gejala Klinis<br />Lipoma bersifat lunak pada perabaan, dapat digerakkan, dan tidak nyeri. Pertumbuhannya sangat lambat dan jarang sekali menjadi ganas. Lipoma kebanyakan berukuran kecil, namun dapat tumbuh hingga mencapai lebih dari diameter 6 cm.<br /><br /><br />Penyebab <br />Tidak selalu jika kita mempunyai orangtua atau leluhur yang mempnyai lipoma ini, maka kita akan mempunyai lipoma juga. Namun ada suatu sindrom yang disebut hereditary multiple lipomatosis, yaitu seseorang yang mempunyai lebih dari 1 lipoma pada tubuhnya. Kegemukan tidak menyebabkan terjadinya lipoma.<br /><br />Penatalaksanaan<br />Pada dasarnya lipoma tidak perlu dilakukan tindakan apapun, kecuali berkembang menjadi nyeri dan mengganggu pergerakan. Biasanya seseorang menjalani operasi bedah untuk alasan kosmetik. Operasi yang dijalani merupakan operasi kecil, yaitu dengan cara menyayat kulit diatasnya dan mengeluarkan lipoma yang ada. Namun hasil luka operasi yang ada akan sesuai dengan panjangnya sayatan. Untuk mendapatkan hasil operasi yang lebih minimal, dapat dilakukan liposuction. Sekarang ini dikembangkan tehnik dengan menggunakan gelombang ultrasound untuk menghansurkan lemak yang ada. Yang perlu diingat adalah jika lipoma yang ada tidak terangkat seluruhnya, maka masih ada kemungkinan untuk berkembang lagi di kemudian hari.SAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-89800912688926207382009-01-10T04:43:00.000-08:002009-01-10T04:44:42.576-08:00ASKEP HERNIA : ABDOMINALHernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut. Hal ini seringkali disebut “ ruptur “. Hernia abdominal cendering terjadi pada kelemahan struktural yang didapat atau kongenital atau trauma pada dinding abdominal, yang terjadi karena peningkatan tekanan intrabdomen akibat dari mengangkat benda berat, obesitas, kehamilan, mengejan, batuk atau kedekatannya dengan tumor.<br />Banyak jenis hernia abdominal yang terjadi, dilkasifikasikan berdasarkan tempat :<br />1. Hernia inguinal (paling umum), visera menonjol ke dalam kanal inguinal pada titik di mana tali spermatik muncul pada pria, dan di sekitar ligamen pada wanita. Melalui lubang ini, hernia inguinal yang tidak langsung melebar menuruni kanal inguinal dan bahkan ke dalam skrotum atau labia. Hernia inguinal langsung menonjol melalui dinding inguinal posterior.<br />2. Hernia femoral, terjadi dimana arteri femoralis masuk ke dalam kanal femoral, dan muncul di bawah ligamen inguinal di bawah pangkal paha.<br />3. Hernia umbilikal, terjadi karena kegagalan orifisum umbilikal untuk menutup. Hal ini paling sering terjadi pada wanita obesitas, anak-anak, dan pada pasien dengan peningkatan tekanan intraabdominal karena sirosis dan asites.<br />4. Hernia insisional atau ventral, terjadi melalui dinding abdominal karena kelemahan, kemungkinan juga karena penyembuhan insisi bedah yang buruk.<br />5. Hernia parastomal menonjol melalui defek fasial di sekitar stoma dan ke dalam jaringan sub kutan.<br />Hernia dapat dikurangi, jika massa yang menonjol dapat ditempatkan kembali di dalam rongga abdomen ; tidak dapat dikurangi ; jika massa yang menonjol tidak dapat dikembalikan lagi ke tempatnya ; inkaserasi, jika aliran intestinal tersumbat seluruhnya ; atau strangulasi, jika aliran darah dan aliran intestinal tersumbat seluruhnya.<br /><br /><br />PENGKAJIAN<br />1. Tonjolan hernia jika pasien berdiri atau mengejan (Valsava manuver) dan hilang pada saat telentang.<br />2. Rasa tidak nyaman atau tertarik<br />3. Strangulasi – nyeri parah, muntah, pembengkakan kantong hernia, nyeri tekan memantul, demam.<br />EVALUASI DIAGNOSTIK<br />1. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus atau obstruksi usus.<br />2. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih, dan ketidakseimbangan elektrolit.<br />PENATALAKSANAAN<br />Intervensi terapeutik<br />§ Jika hernia dapat dikurangi dan pasien adalah calon pasien bedah yang buruk, sebuah truss/penopang (bantalan dan sabuk) dapat dipasang dengan tepat di atas area hernia untuk mencegah visera masuk ke dalam kantong hernia. Alat yang hampir sama tersedia untuk hernia parastomal yang dapat dikurangi.<br />Intervensi bedah<br />§ Pembedahan dianjurkan untuk memperbaiki defek dan mencegah strangulasi. Prosedur – prosedurnya meliputi :<br />a. Herniorafi – pengangkatan kantong hernia ; isinya dikembalikan lagi ke abdomen ; lapisan otot dan fasia dijahit ; dapat dilakukan melalui laparoskopi pada pasien rawat jalan.<br />b. Hernioplasti – melibatkan penjahitan penguatan, untuk memperbaiki hernia yang meluas.<br />c. Reseksi usus untuk usus yang iskemik bersamaan dengan perbaikan hernia terstrangulasi.<br />DIAGNOSA & INTERVENSI KEPERAWATAN<br />1. Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi pembedahan.<br />Intervensi :<br />1. Kaji dan catat nyeri : beratnya, karakter, lokasi, durasi, faktor pencetus, dan metode penghilangan. Tentukan skala nyeri dengan pasien, rentangkan ketidaknyamanan dari 0 (tidak ada nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Laporkan nyeri berat, menetap, yang menandakan komplikasi.<br />2. Beritahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang, batuk, dan mengangkat benda yang berat. Ajarkan pasien untuk menekan insisi dengan tangan atau bantal selama episode batuk ; ini khususnya penting selama periode pascaoperasi awal dan selama 6 minggu setelah pembedahan.<br />3. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan dekker (truss), bial diprogramkan, dan anjurkan penggunaannya sebanyak mungkin, khususnya jika turun dari tempat tidur. Catatan : pasang truss sebelum pasien turun dari tempat tidur.<br />4. Ajarkan pasien pemasangan penyokong skrotum atau kompres es, yang sering diprogramkan untuk membatasi edema dan mengendalikan nyeri setelah perbaikan hernia inguinalis.<br />5. Berikan analgetik sesuai program jika diindikasikan, secara khusus sebelum aktivitas pascaoperasi. Gunakan tindakan kenyamanan ; distraksi, interaksi verbal untuk meningkatkan ekspresi perasaan dan menurunkan ansietas, gosokan punggung, dan teknik reduksi stres, seperti latihan relaksasi. Catat derajat penghilangan yang didapat, dengan menggunakan skala nyeri.<br />2. Retensi urine (atau risiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma, dan penggunaan analgetik selama pembedahan abdomen bawah.<br /><br />Intervensi :<br />1. Kaji dan catat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat berkemih.<br />2. Pantau haluaran urine. Catat dan laporkan berkemih yang sering < 100 ml dalam suatu waktu.<br />3. Jika tepat, coba tindakan non invasif untuk mengeluarkan urine : posisikan pasien pada posisi normal untuk berkemih ; minta pasien untuk mendengar bunyi air mengalir atau tempatkan tangan pada baskom air hangat. Jika tindakan ini tidak efektif, coba menyiramkan air hangat diatas perineum. Kecuali dikontraindikasikan. Metode Crede (tekanan diberikan dari umbilikus sampai pubis) dapat digunakan untuk merangsang refleks miksi yang lemah.<br />4. Pertahankan privasi bagi pasien yang mencoba menggunakan pispot atau urinal. Ingat bahwa pispot yang dingin dapat menyebabkan ketegangan otot, sehingga gunakan pispot plastik atau hangatkan pispot logam sebelum memberikannya kepada pasien. Anjurkan teknik relaksasi, seperti napas dalam atau visualisasi, untuk melemaskan tubuh.<br />5. Berikan waktu bagi dorongan pasien untuk berkemih. Jangan mendesak pasien.<br />6. Konsul dengan dokter jika pasien tidak adapat berkemih, mengalami distensi kandung kemih, atau mengalami nyeri suprapubik atau uretra.<br />7. Pantau fungsi dan status usus pasien, karena konstipasi atau impaksi dapat menyebabkan retensi urine.<br />8. Jika kateterisasi diprogramkan, pantau tekanan darah dan fungsi jantung pasien selam prosedur. Jika pasien mengalami nyeri abdomen atau mengalami penurunan tekanan darah sistolik simptomatik > 20 mmHg, klem kateter sampai tekanan darah pasien kembali ke batas normal.<br /><br /><br /><br />3. Kurang pengetahuan : Potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia, dan tindakan yang dapat mencegah kekambuhan.<br />Intervensi :<br />1. Ajarkan pasien untuk waspada dan melaporkan nyeri berat, menetap ; mual dan muntah ; demam ; dan distensi abdomen, yang dapat memperberat awitan inkarserasi atau strangulasi usus.<br />2. Dorong pasien untuk mengikuti regimen pengobatan : penggunaan dekker atau penyokong lainnya dan menghindari mengejan, meregang, konstipasi, mengangkat benda yang berat.<br />3. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi diet tinggi residu atau menggunakan suplemen diet serat untuk mencegah konstipasi. Anjurkan masukan cairan sedikitnya 2 – 3 L/hari untuk meningkatkan konsistensi feses lunak.<br />4. Beritahu pasien mekanika tubuh yang tepat untuk bergerak dan mengangkat.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PENYULUHAN PASIEN – KELUARGA DAN PERENCANAAN PEMULANGAN<br /><br />Berikan informasi verbal dan tertulis kepada pasien dan orang terdekat tentang hal berikut :<br />1. Perawatan insisi dan teknik penggantian balutan, jika tepat. Beritahu pasien tanda infeksi pada insisi, yang memerlukan intervensi medis : demam, kemerahan menetap, bengkak, hangat lokal, nyeri tekan, drainage purulen, bau busuk.<br />2. Gejala kekambuhan hernia dan komplikasi pascabedah<br />3. Pembatasan aktivitas pascabedah sesuai petunjuk : biasanya mengangkat benda yang berat (> 4 kg) dan mengejan dikontraindikasikan selama kira-kira 6 minggu. Antisipasi kembali bekerja dalam 2 minggu untuk pekerja kantor dan 6 minggu untuk buruh.<br />§ Pentingnya mekanika tubuh yang tepat untuk mencegah kekambuhan, khusunya jika bila dan bergerak.<br />§ Mencegah konstipasi dan mengejan saat defekasi (mis., dengan makan diet tinggi residu (buah-buahan, sayuran, banyak cairan, roti gandum), hindari sereal sangat halus dan pasta (mis., nasi putih, roti putih, mie dan es krim).<br />§ Pengunaan laksatif jika diperlukan.<br />§ Obat-obatan meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, interaksi obat/obat dan makanan/obat, dan potensial efek samping.SAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-39740482796496285362009-01-10T04:41:00.000-08:002009-01-10T04:42:50.607-08:00ASKEP LARINGITISI. PENDAHULUAN<br />Laringitis adalah peradangan pada laring yang terjadi karena banyak sebab. Inflamasi laring sering terjadi sebagai akibat terlalu banyak menggunakan suara, pemajanan terhadap debu, bahan kimiawi, asap, dan polutan lainnya, atau sebagai bagian dari infeksi saluran nafas atas. Kemungkinan juga disebabkan oleh infeksi yang terisolasi yang hanya mengenai pita suara.<br />II. PATOFISIOLOGI<br />Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri mungkin sekunder. Laringitis biasanyan disertai rinitis atau nasofaring. Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring Dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang peningkatan suhu tubuh.<br />III.MANIFESTASI KLINIK<br />Laringitis akut ditandai Dengan suara serak atau tidak dapat mengeluarkan suara sama sekali (afonia) dan batuk berat. Laringitis kronis ditandai Dengan suara serak yang persisten. Laringitis kronis mungkin sebagai komplikasi dari sinusitis kronis dan bronchitis kronis.<br />IV.PENATALAKSANAAN MEDIS<br />Penatalaksanaan laryngitis akut termasuk mengistirahatkan suara, menghindari merokok, istirahat di tempat tidur, dan menghirup uap dingin atau aerosol. Jika laryngitis merupakan bagian dari infeksi pernafasan yang lebih luas akibat organisme bakteri atau jika lebih parah, terapi antibiotic yang tepat perlu diberikan. Sebagian besar pasien dapat sembuh Dengan pengobatan konservatif; namun laryngitis cenderung lebih parah pada pasien lansia dan dapat diperburuk oleh pneumonia.<br />Untuk laringits kronis, pengobatannya termasuk mengistirahatkan suara, menghilangkan setiap infeksi traktus respiratorius primer yang mungkun ada, dan membatasi merokok. Penggunaan kortikosteroid topical, seperti inhalasi beklometason dipropionate (vanceril), dapat digunakan. Preparat ini tidak mempunyai efek sistemik atau kerja lama dan dapat megurangi reaksi inflamasi local.<br />V.PROSES KEPERAWATAN<br />Pengkajian :<br />Riwayat kesehatan pasien yang lengkap yang menunjukkan kemungkinan tanda dan gejala sakit kepala, sakit tenggorok, dan nyeri sekitar mata dan pada kedua sisi hidung, kesilutan menelan, batuk, suara serak, demam, hidung tersumbat, dan rasa tidak nyeman umum dan keletihan. Menetapkan kapan gejala mulai timbul, apa yang menjadi pencetusnya, apa yang bisa menghilangkan atau meringankan gejala tersebut, dan apa yang memperburuk gejala tersebut adalah bagian dari pengkajian, juga mengidentifikasi setiap riwayat alergi atau adanya penyakit yang timbul bersamaan.<br />Inspeksi menunjukkan pembengkakan, lesi atau asimetris hidung, juga pendarahan atau rabas. Mukosa hidung diinspeksi terhadap temuan abnormal seperti warna kemerahan, pembengkakan, atau eksudat dan polip hidung, yang mungkin terjadi dalam rhinitis kronis.<br />Sinus frontal dan maksilaris dipalpasi terhadap nyeri tekan, yang menunjukkan inflamasi. Tenggorok diamati Dengan meminta klien membuka mulutnya lebar-lebar dan nafas dalam. Tonsil dan faring diinspeksi terhadap temuan abnormal seperti warma kemerahan, asimetris, atau adanya drainase, ulserasi, atau pembesaran.<br />Trakea dipalpasi terhadap posisi garis tengah dalam leher, dan setiap massa atau deformitas diidentifikasi. Nodus limfe leher juga dipalpasi terhadap pembesaran dan nyeri tekan yang berkaitan.<br />Diagnosa Keperawatan :<br />Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan utama pasien dapat mencakup berikut ini :<br />1.Inefektif bersihan jalan nafas berhubungan Dengan sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi<br />Hasil yang ingin dicapai : Menunjukkan jalan nafas paten, Dengan binyi nafas bersih, tak ada dispnea<br />Intervensi<br />Kaji frekwensi atau kedalaman pernafasan dan gerakan dada.<br />R/: Takipnea, pernafasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan atau cairan paru.<br />Auskultasi area paru, catat area penurunan, atau tak ada aliran udara dan bunyi nafas adventisius, mis: krekels, mengi.<br />R/: Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi Dengan cairan. Bunyi nafas bronchial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels, ronkhi, dan mengi terdengar pada inspirasi dan atau ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan, secret kental, dan spasme jalan nafas/ obstuksi.<br />Bantu pasien latihan nafas sering, tunjukkan atau Bantu pasien mempelajari, melakukan batuk, mis: menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.<br />R/: Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas paten. Penekana menurunkan ketidaknyamanan badan dan posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat.<br />Berikan cairan sedikitnya 2500 mL /hari (kecuali kontraindikasi) Tawarkan air hangat, daripada dingin.<br />R/: Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan secret.<br />Kolaborasi<br />Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesic.<br />R/: Alat untuk menurunkan spasme bronkus Dengan mobilisasi secret. Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk Dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk atau menekan pernafasan.<br />2.Nyeri yang berhubungan dengan iritasi laring sekunder akibat infeksi.<br />Kemungkinan dibuktikan oleh : sakit kepala, nyeri otot dan sendi, perilaku distraksi, gelisah.<br />Intervensi :<br />Berikan tindakan nyaman mis : pijtan punggung, perubahan posisi, perbincangan, relaksasi/ latihan nafas.<br />R/: Tindakan non analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memeperbesar efek terapi analgetik.<br />Tawarkan pembersihan mulut dengan sering<br />R/: Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.<br />Kolaborasi<br />Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.<br />R/: Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/paroksismal atau menurunkan mukosa berlebihan,meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.<br />3. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan iritasi jalan napas atas sekunder akibat infeksi atau pembengkakan.<br />Intervensi:<br />Berikan pilihan cara komunikasi yang lain seperti papan dan pencil<br />R/: Cara komunikasi yang lain dapat mengistirahatkan laring untuk berkomunikasi secara verbal sehingga dapat meminimalkan penggunaan pita suara.<br />Berikan komunikasi non verbal, contoh sentuhan dan gerak fisik, antisipasi kebutuhan.<br />R/: Sentuhan diyakini untuk memberikan peristiwa kompleks biokimia Dengan kemungkinan pengeluaran endokrin yang menurunkan ansietas.SAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-89629823991498101222009-01-10T04:40:00.000-08:002009-01-10T04:41:49.465-08:00ASKEP HNP (HERNIA NUKLEUS PULPOSUS)I. Landasan teori<br />A. Pengertian<br />HNP adalah Suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologik dikolumna vertebralis pada diskus intervertebralis (diskogenik) (Harsono, 1996)<br />HNP adalah keadaan dimana nukleus pulposus keluar menonjol untuk kemudia menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosis yang robek.<br />B. Etiologi<br />HNP terjadi karena proses degenratif diskus intervetebralis<br />C. Insiden<br />Angka kejadi dan kesakitan banyak terjadi pada usia pertengahan. Pada umumnya HNP didahului oelh aktiivtas yang berlebihan, misalnya mengangkat beban berat (terutama mendadak) mendorong barang berat. Laki—laki lebih banyak dari pada wanita<br />D. gejala<br />Gejala utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan .<br />HNP terbagi atas :<br />1. HNP sentral<br />HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia, dan retensi urine<br />2. HNP lateral<br />Rasa nyeri terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah abtra pantat dan betis, belakang tumit dan telapak kaki.Ditempat itu juga akan terasa nyeri tekan. Kekuatan ekstensi jari ke V kaki berkurang dan refleks achiler negatif. Pada HNP lateral L 4-5 rasa nyeri dan tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks patela negatif. Sensibilitas [ada dermatom yang sdesuai dengan radiks yang terkena menurun. Pada percobaan lasegue atau test mengnagkat tungkai yang lurus (straigh leg raising) yaitu mengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi di sendi panggul, akan dirasakan nyeri disepanjang bagian belakang (tanda lasefue positif). Valsava dab nafsinger akan memberikan hasil posistif .<br />E. patofisiologi<br />Pada umumnya HNP didahului oeleh aktiivta syang berat dengan keluahan utamanya adalah nyeri di punggung bawah disertai nyeri otot sekitar lesi dan nyeri tekan . Hal ini desebabkan oleh spasme otot-otot tersebut dan spasme menyebabkan mengurangnya lordosis lumbal dan terjadi skoliosis.<br />F. Penatalaksanaan<br />1. Terapi konservatif<br />a. Tirah baring<br />Penderita hrus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk dimana tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut. tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas/per dengan demikina tempat tidur harus dari papan yang larus dan diutu[ dengan lembar busa tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik akut. Lama tirah baring tergantung pada berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita. Pada HNP memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah berbaring dianggp cukup maka dilakukan latihan / dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.<br /><br />b. Medikamentosa<br />1. Symtomatik<br />Analgetik (salisilat, parasetamol), kortikosteroid (prednison, prednisolon), anti-inflamasi non-steroid (AINS) seperti piroksikan, antidepresan trisiklik ( amitriptilin), obat penenang minor (diasepam, klordiasepoksid).<br />2. Kausal<br />Kolagenese<br />c. Fisioterapi<br />Biasanya dalam bentuk diatermy (pemanasan dengan jangkauan permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurnagi lordosis.<br />2. Terapi operatif<br />Terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan konservatif tidak memberikan hasil yang nyata, kambuh berulang atau terjadi defisit neurologik<br />3. Rehabilitasi<br />a. Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula<br />b. Agar tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam melakkan kegiatan sehari-hari (the activity of daily living)<br />c. Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kencing dan sebagainya).<br /><br />II. konsep keperawatan<br />A. Pengkajian<br />1. Identitas<br />HNP terjadi pada umur pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin pria dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat baran berat atau mendorong benda berat)<br />2. Keluahan Utama<br />Nyeri pada punggung bawah<br />P, trauma (mengangkat atau mendorong benda berat)<br />Q, sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat, mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul atau kemeng yang terus-menerus. Penyebaran nyeri apakah bersifat nyeri radikular atau nyeri acuan (referred fain). Nyeri tadi bersifat menetap, atau hilang timbul, makin lama makin nyeri .<br />R, letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri dengan setepat-tepatnya sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.<br />S, Pengaruh posisi tubuh atau atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas tubuh, posisi yang bagaimana yang dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat nyeri. Pengaruh pada aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, turun tangga, menyapu, gerakan yang mendesak. Obat-oabata yang ssedang diminum seperti analgetik, berapa lama diminumkan.<br />T Sifanya akut, sub akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap, hilng timbul, makin lama makin nyeri.<br /><br />3. Riwayat Keperawatan<br />a. Apakah klien pernah menderita Tb tulang, osteomilitis, keganasan (mieloma multipleks), metabolik (osteoporosis)<br />b. Riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronis, bisa menimbulkan nyeri punggung bawah<br /><br />4. Status mental<br />Pada umumny aklien menolak bila langsung menanyakan tentang banyak pikiran/pikiran sedang (ruwet). Lebih bijakasana bila kita menanyakan kemungkinan adanya ketidakseimbangan mental secara tidak langsung (faktor-faktor stres)<br /><br />5. Pemeriksaan<br />Pemeriksaan Umum<br />Ø Keadaan umum<br />ü pemeriksaan tanda-tanda vital, dilengkapi pemeriksaan jantung, paru-paru, perut.<br />ü Inspeksi<br />- inspeksi punggung, pantat dan tungkai dalam berbagai posisi dan gerakan untuk evalusi neyurogenik<br />- Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal,adanya angulus, pelvis ya ng miring/asimitris, muskulatur paravertebral atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang abnormal.<br />- Hambatan pada pegerakan punggung , pelvis dan tungkai selama begerak.<br />- Klien dapat menegenakan pakaian secara wajar/tidak<br />- Kemungkinan adanya atropi, faskulasi, pembengkakan, perubahan warna kulit.<br />ü palpasi dan perkusi<br />- paplasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau halus sehingga tidak membingungkan klien<br />- Paplasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling terasanyeri.<br />- Ketika meraba kolumnavertebralis dicari kemungkinan adanya deviasi ke lateral atau antero-posterior<br />- Palpasi dna perkusi perut, distensi pewrut, kandung kencing penuh dll.<br />Ø Neuorologik<br />ü Pemeriksaan motorik<br />- Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari dan jari lainnya dengan menyuruh klien unutk melakukan gerak fleksi dan ekstensi dengan menahan gerakan.<br />- atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan kanan-kiri.<br />- fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu.<br />ü Pemeriksan sensorik<br />Pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa getar (vibrasi) untuk menentukan dermatom mana yang terganggu sehingga dapat ditentuakn pula radiks mana yang terganggu.<br />ü pemeriksaan refleks<br />- refleks lutut /patela/hammer (klien bebraring.duduk dengan tungkai menjuntai), pada HNP lateral di L4-5 refleks negatif.<br />- Rfleks tumit.achiles (klien dalam posisi berbaring , luutu posisi fleksi, tumit diletakkan diatas tungkai yang satunya dan ujung kaki ditahan dalam posisi dorsofleksi ringan, kemudian tendon achiles dipukul. Pada aHNP lateral 4-5 refleks ini negatif.<br />ü Pemeriksaan range of movement (ROM)<br />Pemeriksaan ini dapat dilakukan aktif atau pasif untuk memperkirakan derajat nyeri, functio laesa, atau untuk mememriksa ada/tidaknya penyebaran nyeri.<br /><br />Pemeriksaan penunjang<br />Ø foto rontgen, Foto rontgen dari depan, samping, dan serong) untuk identifikasi ruang antar vertebra menyempit. Mielografi adalah pemeriksaan dengan bahan kontras melalu tindakan lumbal pungsi dan pemotrata dengan sinar tembus. Apabila diketahiu adanya penyumbatan.hambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan HNP.<br />Ø Elektroneuromiografi (ENMG)<br />Untuk menegetahui radiks mana yang terkena / melihat adanya polineuropati.<br />Ø Sken tomografi<br />Melihat gambaran vertebra dan jaringan disekitarnya termasuk diskusi intervertebralis.<br />6. Penatalaksanaan<br />(lihat pada landsan teori)<br /><br />7. Dignosa keperawatan<br /><br />Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi. (Lismidar, 1990)<br />1) Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervetebralis<br />2) Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi<br />3) Perubahan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia<br />4) Perubahan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat<br />5) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi<br />6) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama<br /><br />B. Perencanaan<br />Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan klien adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan,penetuan tujuan, penetapan kriteria hasil dan menntukan intervensi keperawatan.<br />Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :<br /><br />1. Perubahan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan dampak penjepitan saraf pada radiks intervertebralis<br />Tujuan :<br />Nyeri berkurang atau rasa nyaman terpenuhi<br />Kriteria :<br />- Klien mengatakan tidak terasa nyeri.<br />- lokasi nyeri minimal<br />- keparahan nyeri berskala 0<br />- Indikator nyeri verbal dan noverbal (tidak menyeringai)<br />INTERVENSI<br />RASIONAL<br />Identifikasi klien dalam membantu menghilangkan rasa nyerinya<br />Pengetahuan yang mendalam tentang nyeri dan kefektifan tindakan penghilangan nyeri.<br />Berikan informasi tentang penyebab dan cara mengatasinya<br />Informasi mengurangi ansietas yang berhubungan dengan sesuatu yang diperkirakan.<br />Tindakan penghilangan rasa nyeri noninvasif dan nonfarmakologis (posisi, balutan (24-48 jam), distraksi dan relaksasi.<br />Tindakan ini memungkinkan klien untuk mendapatkan rasa kontrol terhadap nyeri.<br />Terapi analgetik<br />Terapi farmakologi diperlukan untuk memberikan peredam nyeri.<br />2. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi,.<br />Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.<br />Kriteria hasil :<br />T Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya.<br />T Respon klien tampak tersenyum.<br />INTERVENSI<br />RASIONAL<br />1. Diskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi gerak untuk mempertahankan harapan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari<br /><br />2. Berikan informasi mengenai klien yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami klien danmenjalani operasi<br /><br />3. Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu klien<br /><br /><br /><br /><br />4. Berikan support sistem (perawat, keluarga atau teman dekat dan pendekatan spiritual)<br /><br />5. Reinforcement terhadap potensi dan sumber yang dimiliki berhubungan dengan penyakit, perawatan dan tindakan<br />1. Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.<br />2. Harapan-harapan yang tidak realistik tiak dapat mengurangi kecemasan, justru malah menimbulkan ketidak percayaan klien terhadap perawat.<br />3. Memungkinkan klien untuk memilih metode komunikasi yang paling tepat untuk kehidupannya sehari-hari disesuaikan dnegan tingkat keterampilannya sehingga dapat mengurangi rasa cemas dan frustasinya.<br />4. Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat membantu klien.<br />5. Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi.<br /><br /><br />3. Perubahan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia<br />Tujuan :<br />Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya<br />Kriteria hasil<br />- Tidak terjadi kontraktur sendi<br />- Bertabahnya kekuatan otot<br />- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas<br /><br />INTERVENSI<br />RASIONAL<br />a) Ubah posisi klien tiap 2 jam<br /><br /><br /><br />b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit<br /><br />c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit<br />d) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien<br />a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan<br />b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan<br />c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan<br /><br /><br /><br />4. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi, nyeri<br />Tujuan<br />Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi<br />Kriteria hasil<br />- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien<br />- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan<br /><br />INTERVENSI<br />RASIONAL<br />a. Monitor kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri<br /><br />b. Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh<br />c. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />d. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya<br /><br />e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi<br /><br />a. Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual<br />b. Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus<br />c. Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan<br />d. Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu<br />e. Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus<br /><br /><br />5. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat<br />Tujuan<br />Klien tidak mengalami kopnstipasi<br />Kriteria hasil<br />- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat<br />- Konsistensifses lunak<br />- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )<br />- Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )<br /><br />INTERVENSI<br />RASIONAL<br />a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi<br /><br />b) Auskultasi bising usus<br /><br />c) Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang mengandung serat<br /><br /><br />d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi<br /><br /><br />e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien<br /><br /><br /><br />f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)<br /><br />a. Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi<br />b. Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik<br />c. Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler<br />d. Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler<br />e. Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik<br />f. Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi<br />6. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama<br />Tujuan<br />Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit<br />Kriteria hasil<br />- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka<br />- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka<br />- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka<br /><br />INTERVENSI<br />RASIONAL<br />a. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin<br />b. Rubah posisi tiap 2 jam<br />c. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol<br /><br />d. Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi<br />e. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi <br />f. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit<br />a. Meningkatkan aliran darah kesemua daerah<br /><br />b. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah<br />c. Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol<br />d. Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler<br /><br />e. Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan<br /><br /><br />f. Mempertahankan keutuhan kulit<br /><br /><br />C. Pelaksanaan<br />Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana tindakan keperawatan yang diberikan pada klien.<br />D. Evaluasi<br />Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990)<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br /><br />Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.<br /><br />Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.<br /><br />Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC, Jakarta.<br /><br />Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.<br /><br />Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.<br /><br />Hudak C.M.,Gallo B.M.,1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.<br /><br />Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.<br /><br />Juwono, T., 1996, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.<br /><br />Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.<br /><br />Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.SAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-79215514866728652982009-01-10T04:39:00.000-08:002009-01-10T04:40:35.453-08:00ASKEP HERNIABAB I KONSEP DASAR A. <br />Pengertian dan Penyebab <br />1. Pengertian Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan tempatnya yang normal malalui sebuah defek konsenital atau yang didapat. (Long, 1996 : 246). <br />Hernia adalah suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga melalui lubang (Oswari, 2000 : 216). <br />Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut (Nettina, 2001 : 253). <br />Hernia inguinalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah sela paha (regio inguinalis). (Oswari, 2000 : 216) <br />2. Penyebab Hernia dapat terjadi karena ada sebagian dinding rongga lemah. Lemahnya dinding ini mungkin merupakan cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir, contoh hernia bawaan adalah hermia omphalokel yang terjadi karena sewaktu bayi lahir tali pusatnya tidak segera berobliterasi (menutup) dan masih terbuka. Demikian pula hernia diafragmatika. Hernia dapat diawasi pada anggota keluarga misalnya bila ayah menderita hernia bawaan, sering terjadi pula pada anaknya. Pada manusia umur lanjut jaringan penyangga makin melemah, manusia umur lanjut lebih cenderung menderita hernia inguinal direkta. Pekerjaan angkat berat yang dilakukan dalam jangka lama juga dapat melemahkan dinding perut (Oswari. 2000 : 217). <br />B. Patofisiologi/<br />Pathways Defek pada dinding otot mungkin kongenital karena melemahkan jaringan atau ruang luas pada ugamen inguinal atau dapat disebabkan oleh trauma. Tekanan intra abdominal paling umum meningkat sebagai akibat dari kehamilan atau kegemukan. Mengangkat berat juga menyebabkan peningkatan tekanan, seperti pada batuk dan cidera traumatik karena tekanan tumpul. Bila dua dari faktor ini ada bersama dengan kelemahan otot, individu akan mengalami hernia. Hernia inguinalis indirek, hernia ini terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini umumya terjadi pada pria dari pada wankita. Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum. Hernia inguinalis direk, hernia ini melewati dinding abdomen diarea kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia. Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital. Hernia femoralis, hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita dari pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkar serata dan strangulasi dengan tipe hernia ini. Hernia embilikalis, hernia imbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada wanita dan karena peningkatan tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara (Ester, 2002 : 53) <br />Hernia umbilicalis terjadi karena kegagalan orifisium umbilikal untuk menutup (Nettina, 2001 : 253) <br />Bila tekanan dari cincin hernia (cincin dari jaringan otot yang dilalui oleh protusi usus) memotong suplai darah ke segmen hernia dari usus, usus menjadi terstrangulasi. Situasi ini adalah kedaruratan bedah karena kecuali usus terlepas, usus ini cepat menjadi gangren karena kekurangan supali darah (Ester, 2002 : 55). Pembedahan sering dilakukan terhadap hernia yang besar atau terdapat resiko tinggi untuk terjadi inkarserasi. Suatu tindakan herniorrhaphy terdiri atas tindakan menjepit defek di dalam fascia. Akibat dan keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi pembengkakan skrotum. Setelah perbaikan hernia inguinal indirek. Komplikasi ini sangat menimbulkan rasa nyeri dan pergerakan apapun akan membuat pasien tidak nyaman, kompres es akan membantu mengurangi nyeri (Long. 1996 : 246). <br /><br /><br /><br /><br />C. Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Penunjang <br />1. Manifestasi klinis <br />a. Tampak benjolan di lipat paha. <br />b. Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat itu disertai perasaan mual. <br />c. Bila terjadi hernia inguinalis stragulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta kulit di atasnya menjadi merah dan panas. <br />d. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah) disamping benjolan di bawah sela paha. <br />e. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai sasak nafas. <br />f. Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar. (Oswari, 2000 : 218) <br />2. Pemeriksaan penunjang <br />a. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/ obstruksi usus. <br />b. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit), peningkatan sel darah putih dan ketidak seimbangan elektrolit. ( sumber ………) <br />D. PENGKAJIAN FOKUS <br />Aktivitas/istirahat Gejala : - Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat, duduk, mengemudi dan waktu lama - membutuhkan papan/matras yang keras saat tidur - Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu bagian tubuh - Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan. <br />Tanda : Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan dalam berjalan Eliminasi Gejala : konstipasi dan adanya inkartinensia/retensi urine Integritas Ego Gejala : ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah pekerjaan finansial keluarga Tanda : tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga Neurosensori Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/kaki Tanda : penurunan reflek tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia. Nyeri tekan/spasme otot paravertebralis, penurunan persepsi nyeri Kenyamanan Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada hentinya, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong, bahu/lengan, kaku pada leher. (Doenges, 1999 : 320-321) <br />Post Operasi Status Pernapasan - Frekuensi, irama dan ke dalaman - Bunyi napas - Efektifitas upaya batuk Status Nutrisi - Status bising usus, mual, muntah Status Eliminasi - Distensi abdomen pola BAK/BAB Kenyamanan - Tempat pembedahan, jalur invasif, nyeri, flatus Kondisi Luka - Keadaan/kebersihan balutan - Tanda-tanda peradangan - drainage Aktifitas - Tingkat kemandirian dan respon terhadap aktivitas <br />D. Diagnosa Keperawatan 1. Apa …………. 2. Apa ………….. 3. <br />E. PATHWAY DAN MASALAH KEPERAWATAN <br />Ester,2002: 53-55, Long,1996: 246, Nettina, 2001: 253 <br />F. Fokus IntervensiI <br />1. Medis <br />a. Hernia yang terstrangulasi atau inkarserata dapat secara mekanis berkurang. Suatu penokong dapat digunakan untuk mempertahankan hernia berkurang. Penyokong ini adalah bantalan yang diikatkan ditempatnya dengan sabuk. Bantalan ditempatkan di atas hernia setelah hernia dikurangi dan dibiarkan ditempatnya untuk mencegah hernia dan kekambuhan. Klien harus secara cermat memperhatikan kulit di bawah penyokong untuk memanifestasikan kerusakan (Long, 1996 : 246) <br />b. Perbaikan hernia dilakukan dengan menggunakan insisi kecil secara langsung di atas area yang lemah. Usus ini kemudian dikembalikan ke rongga perintal, kantung hernia dibuang dan otot ditutup dengan kencang di atas area tersebut. Hernia diregion inguinal biasanya diperbaikan hernia saat ini dilakukan sebagai prosedur rawat jalan. (Ester, 2002 : 54). Perbaiki bawahnya !!!!!!!!! <br />2. Keperawatan <br />1. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah <br />Intervensi : <br />1). Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan faktor pemberat/penghilang <br />2). Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai. 3). Pantau tanda-tanda vital <br />4). Kaji insisi bedah, perhatikan edema ; perubahan konter luka (pembentukan hematoma) atau inflamasi mengeringnya tepi luka. <br />5). Berikan tindakan kenyamanan, misal gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan posisi dan latihan batuk/bernapas, lingkungan tenang. <br />6). Berikan analgesik sesuai terapi <br />Rasional : <br />a. Nyeri insisi bermakna pada pasca operasi awal, diperberat oleh pergerakan, batuk, distensi abdomen, mual. <br />b. Intervensi diri pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot/jaringan dengan menurunkan tegangan otot dan memperbaiki sirkulasi <br />c. Respon autonemik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan/penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut. <br />d. Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi. <br />e. Memberikan dukungan relaksasi, memfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping. <br />f. Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik <br />2. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi <br />Intervensi : <br />a. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD postural, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan <br />b. Palpasi nadi perifer. Evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit, dan status membran mukosa. <br />c. Perhatikan adanya edema <br />d. Pantau masukan dan haluaran (mencakup semua sumber : misal emesis, selang, diare), perhatikan haluaran urine <br />e. Pantau suhu <br />f. Tinjau ulang penyebab pembedahan dan kemungkinan efek samping pada keseimbangan cairan. <br />g. Berikan cairan, darah, albumin, elektrolit sesuai indikasi. <br />Rasional : <br />a. Tanda-tanda awal hemorasi usus dan/ atau pembentukan hematoma yang dapat menyebabkan syok hipovotemik <br />b. Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat dehidrasi <br />c. Edema dapat terjadi karena pemindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumen serum/protein. <br />d. Indikator langsung dari hidrasi/perjusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan <br />e. Demam rendah umum terjadi selama 24 – 48 jam pertama dan dapat menambah kehilangan cairan <br />f. Mengeksaserbasi cairan dan kehilangan elektrolit <br />g. Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. <br />3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer <br />Intervensi : <br />a. Pantau tnda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu. <br />b. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi <br />c. Observasi terhadap tanda/gejala peritonitas, misal : demam, peningkatan nyeri, distensi abdomen <br />d. Pertahankan perawatan luka aseptik, pertahankan balutan kering <br />e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi : Antibiotik, misal : cefazdine (Ancel) <br />Rasional : <br />a. Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi. <br />b. Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan <br />c. Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan elektif, peritonitas dapat terjadi bila susu terganggu. Misal : ruptur pra operasi, kebocoran anastromosis (pasca operasi) atau bila pembedahan adalah darurat/akibat dari luka kecelakaan <br />d. Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah sebagai sumbu retrogad, menyerap kontaminasi eksternal. <br />e. Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi. <br /><br />4. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna/makan-makanan <br />Intervensi : a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna/makan makanan, misal : status puasa, mual, ikusperistaltik setelah selang dilepaskan <br />b. Aukultasi bising usus palpasi abdomen. Catat pasase flatus. <br />c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C <br />d. Berikan cairan IU, misal : albumin. Lipid, elektrolit <br />Rasional : a. Mempengaruhi pilihan intervensi <br />b. Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2 – 4 hari) <br />c. Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet, protein/vitamin C adalah kontributor utama untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah faktor dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi <br />d. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Inflamasi usus, erosi mukosa, infeksi. <br />5. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan <br />Intervensi : <br />a. Awasi respon fisiologis, misal : takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi kesemutan. <br />b. Dorong pernyataan takut dan ansietas : berikan umpan balik. <br />c. Berikan informasi akurat, nyata tentang apa yang dilakukan, misal : sensasi yang diharapkan, prosedur biasa <br />d. Dorong orang terdekat tinggal dengan pasien, berespon terhadap tanda panggilan dengan cepat. Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan cepat <br />e. Tunjukkan teknik relaksasi, contoh : visualisasi, latihan napas dalam, bimbingan imajinasi <br />f. Berikan obat sesuai dengan indikasi, misal : Diazepam (valium), klurazepat (Tranxene), alprazolan (Xanax) <br />Rasional : <br />a. Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik/status syok <br />b. Membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien menerima perasaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas kesalahan konsep <br />c. Melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan. <br />d. Membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri. <br />e. Belajar cara untuk rileks dapat menurunkan takut dan ansietas <br />f. Sedatif/transquilizer dapat digunakan kadang-kadang untuk menurunkan ensietas dan meningkatkan istirahat, khususnya pada pasien ulkus. <br />6. Pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan ekspansi paru <br />Intervensi : <br />a. Kaji frekuensi ke dalaman pernapasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernapasan, termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran masal <br />b. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti : krekels, mengi, gesekan plurtal <br />c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat tidur dan ambuasi sesegera mungkin <br />d. Bantu pasien mengatasi takut/ansietas (rujuk DK : ketakutan/ansietas) <br />e. Berikan oksigen tambahan <br />Rasional : <br />a. Kecepatan biasanya meningkat. Dipsnea dan terjadi peningkatan kerja napas (pada awal atau hanya tanda EP sub akut). Ke dalaman pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas <br />b. Bunyi napas menurun/tak ada bila jalan napas obstruktif sekunder terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelektasis). <br />c. Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeola sehingga memperbaiki difusi gas <br />d. Perasaan takut dan ansietas berat berhubungan dengan ketidakmampuan bernapas/terjadinya hipoksemia dan dapat secara aktual meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan <br />e. Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas. <br />7. Intelorensi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum <br />Intervensi : <br />a. Tingkatkan tirah baring/duduk. Berikan lingkungan tentang : batasi pengunjung sesuai keperluan <br />b. Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik <br />c. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentan, gerak sendi pasif/aktif <br />d. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh : relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imajinasi. Berikan aktivitas hiburan yang tepat, contoh : menonton TV, radio, membaca <br />e. Berikan obat sesuai indikasi : sedatif, agen antiansietas. Contoh : cliazepam (valium), lorazepam (Ativan) <br />Rasional : <br />a. Meningkatkan istirahat dan ketenagan : menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan<br />b. Meningkatkan tinggi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada urea tertentu untuk menurunkan risiko kerusakan jaringan <br />c. Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat <br />d. Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping. <br />e. Membantu dalam manajemen kebutuhan tidur. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Doenges, M.E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC. Jakarta <br />Ester, M., 2001, Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Jakarta <br />Long, B.C. 1999, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan padjajaran Bandung <br />Nettina, S.M, 2001, Pedoman Praktik Keperawatan, EGC. Jakarta <br />Oswari, E. 2000, Bedah dan Perawatannya, FKUI. JakartafbSAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-27778829457552557732009-01-10T04:38:00.000-08:002009-01-10T04:39:52.733-08:00ASKEP HEMORRHOIDS(wasir; ambeyen; bawasir; piles)apakah itu hemoroid?hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen / lebih pembuluh darah vena hemoroidales (bacon) pada poros usus dan anus yang disebabkan karena otot & pembuluh darah sekitar anus / dubur kurang elastis sehingga cairan darah terhambat dan membesar gejalanya ?<br />- terjadi benjolan-benjolan disekitar dubur setiap kali buang air besar<br />- rasa sakit atau nyerirasa sakit yang timbul karena prolaps hemoroid (benjolan tidak dapat kembali) dari anus terjepit karenaadanya trombus.<br />- perih<br />- perdarahan segar disekitar anus.perdarahan terjadi dikarenakan adanya ruptur varises.<br />- perasaan tidak nyaman (duduk terlalu lama dan berjalan tidak kuat lama)<br />- keluar lendir yang menyebabkan perasaan isi rektum belum keluar semuapenyebabnya ?<br />- terlalu banyak mengedan saat buang air besar<br />- kebiasaan berjongkok atau duduk terlalu lama<br />- mengangkat beban terlalu berat- wanita hamil yang mengedan saat melahirkan<br />- diare kronik- usia lanjut- hubungan seks peranal<br />- hereditas<br />- sembelit<br />- genetic predisposisirentan pada....<br />1. wanita hamil, kehmilan menyebabkan otot-otot pinggul menjadi semakin tidak elastis.<br />2. wanita melahirkan, saat proses persalinan normal/ spontan yang selalu dibarengi dengan mengedan.<br />3. semua pria yang umumnya berusia diatas 40 tahun.<br />4. semua orang yang menderita obesitasklasifikasi :<br />1. berdasarkan asal / tempat penyebabnya:<br />a. hemoroid internahemoroid ini berasa dari vena hemoroidales superior dan medial, terletak diatas garis anorektal danditutupi oleh mukosa anus.hemoroid ini tetap berada di dalam anus.<br />b. hemoroid ekternahemoroid ini dikarena adanya dilatasi (pelebaran pembuluh darah) vena hemoroidales inferior ,terletak dibawah garis anorektal dan ditutupi oleh mukosa usus.hemoroid ini keluar dari anus (wasir luar)<br />2. hemoroid interna diklasifikasikan lagi berdasarkan perkembangannya :<br />- tingkat 1 : biasanya asimtomatik dan tidak dapat dilihat, jarang terjadi perdarahan.benjolan dapat masuk kembali dengan spontan<br />- tingkat 2 : gejala perdarahannya berwarna merah segar pada saat defekasi (buang air besar)benjolan dapat dilihat disekitar pinggir anus dan dapat kembali dengan spontan.<br />- tingkat 3 : prolapsus hemoroid, terjasi setelah defekasi dan jarang terjadi perdarahan,prolapsus dapat kembali dengan dibantu.<br />- tingkat 4 : terjadi prolaps dan sulit kembali dengan spontandiagnosisdiagnosis wasir ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan di daerah anus dan rektum, atau jika keadaannya lebih serius lagi misalnya terdapat tumor dapat dilakukan pemeriksaan sigmoidoskopi dan anoskopi.terapi / pengobatannya ?<br />1. medisa. Farmakologis<br /><br />- menggunakan obat untuk melunakkan feses / psillium akan mengurangi sembelit dan terlalu mengedansaat defekasi, dengan demikian resiko terkena hemoroid berkurang.<br />- menggunakan obat untuk mengurangi/menghilangkan keluhan rasa sakit, gatal, dan kerusakan pada daerahanus.obat ini tersedia dalam dua bentuk yaitu dalam bentuk supositoria untuk hemoroid interna,dan dalam bentuk krim / salep untuk hemoroid eksterna.<br />- obat untuk menghentikan perdarahan, banyak digunakan adalah campuran diosmin (90%) dan hesperidin (10%)b. Nonfarmakologis<br />- perbaiki pola hidup (makanan dan minum): perbanyak konsumsi makanan yang mengandung serat (buah dan sayuran) kurang lebih 30 gram/hari, serat selulosa yang tidak dapat diserap selama proses pencernaan makanan dapat merangsang gerak usus agar lebih lancar, selain itu serat selulosa dapat menyimpan air sehingga dapat melunakkan feses. mengurangi makanan yang terlalu pedas atau terlalu asam. menghindari makanan yang sulit dicerna oleh usus. tidak mengkonsumsi alkohol, kopi, dan minuman bersoda. perbanyak minum air putih 30-40 cc/kg BB/hari.<br />- perbaiki pola buang air besar : mengganti closet jongkok menjadi closet duduk. jika terlalu banyak jongkok otot panggul dapat tertekan kebawah sehingga dapat menghimpit pembuluh darah.<br />- penderita hemoroid dianjurkan untuk menjaga kebersihan lokal daerah anus dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit tiga kali sehari. selain itu penderita disarankan untuk tidak terlalu banyak duduk atau tidur, lebih baik banyak berjalan.<br />c. tindakan minimal invasifdilakukan jika pengobatan farmakologi dan non farmakologi tidak berhasil, tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah :<br />- skleroskopi hemoroid, dilakukan dengan cara menyuntikkan obat langsung kepada benjolan / prolaps hemoroidnya.<br />- ligasi pita karet, dilakukan dengan cara mengikat hemoroid. prolaps akan menjadi layu dan putus tanpa rasa sakit.<br />- penyinaran sinar laser.<br />- disinari sinar infra red.<br />- dialiri arus listrik (elektrokoagulasi)<br />- hemoroideolysis<br />2. pembedahancara ini dilakukan untuk hemoroid tingkat 3 dan 4 dengan pilihan pembedahan adalah hemoroidektomi secara terbuka, tertutup, atau submukosa.__Referensi__Daldiyono. 1989. Dasar Gastroenterologi Hepatologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.Tambunan, G. W. 1994. Patologi Gastroenterologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.www.pubmed.gov. diakses pada tanggal 28 Nopember 2006, pukul 13.15 WIB.isi dari artikel ini ditujukan sebagai tambahan informasi serta untuk memenuhi syarat penugasan Blok Keterampilan Belajar dan Teknologi informasi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. artikel ini tidak didukung / disponsori oleh pihak-pihak tertentu. belum ada anjuran untuk menggunakan artikel ini sebagai acuan terapi jika terjadi sakit wasir karna langkah terbaik adalah konsultasi kepada dokter / tim medis terlebih dahulu.honey_hoshi@yahoo.comSAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-77351884173427412842009-01-10T04:37:00.000-08:002009-01-10T04:38:41.293-08:00ASKEP APENDISITISPengertian <br />Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).<br />Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)<br />Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)<br />Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007) <br />Klasifikasi <br />Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :<br />Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.<br />Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua. <br />Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari.<br />Letak apendiks.<br />Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat. <br />Ukuran dan isi apendiks.<br />Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. <br />Posisi apendiks.<br />Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.<br />Etiologi <br />Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007) <br />Patofisiologi <br />Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus. <br />Manifestasi Klinik <br />Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.<br />Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007) <br />Pemeriksaan diagnostik <br />Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.<br />Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).<br />Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri. <br />Pemeriksaan yang lain Lokalisasi.<br />Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney. <br />Test rektal.<br />Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.<br />Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.<br />Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma. <br />Penatalaksanaan <br />Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.<br />Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi. <br />Untuk melengkapi hal tersebut, maka perawat di dalam melakukan asuhan keperawatan harus menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: <br />Pengkajian<br />• Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.<br />• Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang.<br />• Keluhan utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.<br />• Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat.<br />• Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.<br />• Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.<br />• Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.<br />• Keamanan Demam, biasanya rendah.<br />• Data psikologis Klien nampak gelisah.<br />• Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. <br />Diagnosa keperawatan<br />• Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.<br />• Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.<br />• Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.<br />• Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.<br />• Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.<br />• Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan <br />Intervensi keperawatan . <br />Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas masalah keperawatan.<br />1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah, ditandai dengan : Kadang-kadang diare. Distensi abdomen. Tegang. Nafsu makan berkurang. Ada rasa mual dan muntah. <br />• Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan<br />• kriteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah. <br />• Intervensi : Monitor tanda-tanda vital.<br />Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia. <br />• Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.<br />Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan. <br />• Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.<br />Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan. <br />• Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat. Distensi abdomen. Nyeri tekan daerah titik Mc. Burney Leuco > 10.000/mm3 Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan). <br />• Intervensi : Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.<br />Rasional : Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.<br />• Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.<br />Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks. <br />• Anjurkan klien mandi dengan sempurna.<br />Rasional : Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme. <br />• HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.<br />• Rasional : Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan tindakan. <br />Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, ditandai dengan : Pernapasan tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney Gelisah. Klien mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.<br />Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria : Pernapasan normal. Sirkulasi normal.<br />Intervensi : Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.<br />Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya. <br />Anjurkan pernapasan dalam.<br />Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.<br />Lakukan gate control.<br />Rasional : Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus. <br />Beri analgetik.<br />Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti). <br />Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang. Gelisah. Wajah murung. Klien sering menanyakan tentang penyakitnya. Klien mengeluh rasa sakit. Klien mengeluh sulit tidur<br />Tujuan : Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya. <br />Intervensi : Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.<br />Rasional : Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh. <br />Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.<br />Rasional : Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan. <br />Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.<br />Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.<br />Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah<br />Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri <br />Intervensi : Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien<br />Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi. <br />Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal<br />Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan. <br />Timbang berat badan sesuai indikasi<br />Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet. <br />Beri makan sedikit tapi sering<br />Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan. <br />Anjurkan kebersihan oral sebelum makan<br />Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan <br />Tawarkan minum saat makan bila toleran.<br />Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.<br />Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.<br />Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan. <br />Memberi makanan yang bervariasi<br />Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien. <br />Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan. Kuku nampak kotor Kulit kepala kotor Klien nampak kotor<br />Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri <br />Intervensi : Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.<br />Rasional : Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan. <br />Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.<br />Rasional : Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman <br />Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.<br />Rasional : Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene. <br />Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.<br />Rasional : Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan <br />Bimbing keluarga / istri klien memandikan<br />Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan <br />Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.<br />Rasional : Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi. <br />Implementasi <br />Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.<br />Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain. <br />Evaluasi. <br />Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : Apakah klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh?. Apakah klien dapat terhidar dari bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?. Apakah klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya. <br />Sumber :<br />1.Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.<br />2.Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.<br />3.Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. 4.Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakar <br />Diposting oleh Professional Ners Semarang di 05:18 0 komentar http://www.blogger.com/email-post.g?blogID=7078148517813616616&postID=5452688468426407097SAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-27047513655911836172009-01-10T04:36:00.000-08:002009-01-10T04:37:30.724-08:00ASKEP LAPARATOMIPengertian<br />Pembedahan perut sampai membuka selaput perut.<br />Ada 4 cara, yaitu;<br />1. Midline incision<br />2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm).<br />3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.<br />4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.<br /><br />Indikasi<br />1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)<br />2. Peritonitis<br />3. Perdarahan saluran pencernaan.<br />4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.<br />5. Masa pada abdomen<br /><br />Komplikasi<br />1. Ventilasi paru tidak adekuat<br />2. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung.<br />3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.<br />4. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan<br /><br />Latihan-latihan fisik<br />Latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi.<br /><br />POST LAPARATOMI<br />Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.<br /><br />Tujuan perawatan post laparatomi;<br />1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.<br />2. Mempercepat penyembuhan.<br />3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.<br />4. Mempertahankan konsep diri pasien.<br />5. Mempersiapkan pasien pulang.<br /><br />Komplikasi post laparatomi;<br />1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.<br />Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.<br />Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.<br /><br />2. Buruknya intergriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.<br />Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan.<br />Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.<br /><br />3. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.<br />Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka.<br />Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.<br />Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.<br /><br />Proses penyembuhan luka<br />• Fase pertama<br />Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.<br /><br />• Fase kedua<br />Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.<br /><br />• Fase ketiga<br />Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.<br /><br />• Fase keempat<br />Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.<br /><br />Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan<br />1. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.<br />2. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.<br />3. Pencegahan infeksi.<br /><br />Pengembalian Fungsi fisik.<br />Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini.<br /><br />Mempertahankan konsep diri.<br />Gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post laparatomy karena adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi perawatan terutama ditujukan pada pemberian support psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah operasi.<br /><br />Pengkajian<br />Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah;<br />1. Respiratory<br />• Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.<br />2. Sirkulasi<br />• Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.<br />3. Persarafan : Tingkat kesadaran.<br />4. Balutan<br />• Apakah ada tube, drainage ?<br />• Apakah ada tanda-tanda infeksi?<br />• Bagaimana penyembuhan luka ?<br /><br />5. Peralatan<br />• Monitor yang terpasang.<br />• Cairan infus atau transfusi.<br />6. Rasa nyaman<br />• Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.<br />7. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.<br /><br />Diagnosa Keperawatan<br />1. Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang sehubungan dengan adanya rasa nyeri di abdomen.<br />2. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi.<br />3. Potensial kekurangan caiaran sehubungan dengan adanya demam, pemasukkan sedikit dan pengeluaran cairan yang banyak.<br /><br />Kriteria Evaluasi<br />Hasil yang diharapkan setelah perawatan pasien post operasi, meliputi;<br />1. Tidak timbul nyeri luka selama penyembuhan.<br />2. Luka insisi normal tanpa infeksi.<br />3. Tidak timbul komplikasi.<br />4. Pola eliminasi lancar.<br />5. Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat.<br />6. Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal.<br />7. Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang :<br />• Pengobatan lanjutan.<br />• Jenis obat yang diberikan.<br />• Diet.<br />• Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah.<br />PENATALAKSANAAN PERAWATAN<br />Assesment<br />Pengkajian ini meliputi obyektif dan subyektif.<br />1. Data subyektif meliputi;<br />• Nyeri yang sangat pada daerah perut.<br /><br />2. Data obyektif meliputi :<br />• Napas dangkal<br />• Tensi turun<br />• Nadi lebih cepat<br />• Abdomen tegang<br />• Defense muskuler positif<br />• Berkeringat<br />• Bunyi usus hilang<br />• Pekak hati hilang<br /><br />Diagnosa Keperawatan<br />1. Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang sehubungan dengan adanya rasa nyeri di abdomen.<br />2. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi.<br />3. Potensial kekurangan caiaran sehubungan dengan adanya demam, pemasukkan sedikit dan pengeluaran cairan yang banyak.<br /><br />Hasil yang diharapkan<br />1. Pasien akan tetap merasa nyaman.<br />2. Pasien akan tetap mempertahankan kesterilan luka operasinya.<br />3. Pasien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.<br /><br />Tindakan keperawatan (intevensi keperawatan) pre operatif :<br />1. Pertahankan pasien untuk bedrest sampai diagnosa benar-benar sudah ditegakkan.<br />2. Tidak memberikan apapun melaui mulut dan beritahukan pasien untuk tidak makan dan minum.<br />3. Monitoring cairan intra vena bila diberikan.<br />4. Mencatat intake dan output.<br />5. Posisi pasien seenak mungkin.<br />6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan.<br />7. Ajarkan pasien hal-hal yang perlu dilakukan setelah operasi selesai.<br />8. Monitoring tanda-tanda vital.<br /><br />Tindakan keperawatan post operasi:<br />1. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output<br />2. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.<br />3. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain tercabut.<br />4. Perawatan luka operasi secara steril.<br /><br />Evaluasi<br />1. Tanda-tanda peritonitis menghilang yang meliputi :<br />• Suhu tubuh normal<br />• Nada normal<br />• Perut tidak kembung<br />• Peristaltik usus normal<br />• Flatus positif<br />• Bowel movement positif<br />2. Pasien terbebas dari rasa sakit dan dapat melakukan aktifitas.<br />3. Pasien terbebas dari adanya komplikasi post operasi.<br />4. Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan mengembalikan pola makan dan minum seperti biasa.<br />5. Luka operasi baik.<br />DAFTAR KEPUSTAKAAN<br /><br />Dr. Sutisna Himawan (editor). Kumpulan Kuliah Patologi. FKUI<br /><br />Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott Company. Philadelphia. 1984.<br /><br />Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987, Edisi II.SAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-86796250677330286522009-01-10T04:32:00.001-08:002009-01-10T04:36:03.865-08:00ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG REMATIK (PJR)1. Defenisi<br />Penyakit jantung rematik merupakan gejala sisa dari Demam Rematik (DR) akut yang juga merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia.<br />2. Etiologi<br />Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam rematik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang.<br />Telah diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat beberapa predisposisi antara lain :<br />a. Terdapat riwayat demam rematik dalam keluarga<br />b. Umur<br />DR sering terjadi antara umur 5 – 15 tahun dan jarang pada umur kurang dari 2 tahun.<br />c. Kedaan sosial<br />Sering terjadi pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi kurang, perumahan buruk dengan penghuni yang padat serta udara yang lembab, dan gizi serta kesehatan yang kurang baik.<br />d. Musim<br />Di Negara-negara dengan 4 musim, terdapat insiden yang tinggi pada akhir musim dingin dan permulaan semi (Maret-Mei) sedangkan insiden paling rendah pada bulan Agustus – September.<br />e. Dsitribusi daerah<br />f. Serangan demam rematik sebelumnya.<br />Serangan ulang DR sesudah adanya reinfeksi dengan Streptococcus beta-hemolyticus grup A adalah sering pada anak yang sebelumnya pernah mendapat DR.<br />3. Patofisiologi<br />Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), DR terjadi karena terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dan antigen somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A maka terhadap antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat antigen ini sama maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan tubuh dalam hal ini sarcolemma myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap jaringan jantung dalam serum penderiat DR dan jaringan myocard yang rusak. Salah satu toxin yang mungkin berperanan dalam kejadian DR ialah stretolysin titer 0, suatu produk extraseluler Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang dikenal bersifat toxik terhadap jaringan myocard.<br />Beberapa di antara berbagai antigen somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang lain lagi untuk waktu yang cukup lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada penderita sesudah mendapat radang streptococcal terutama Ig G dan A.<br />4. Manifestasi Klinik<br />Dihubungkan dengan diagnosis, manifestasi klinik pada DR akut dibedakan atas manifestasi mayor dan minor.<br />a. Manifestasi Mayor<br />• Karditis. Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara radiology yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis.<br />• Artritis. Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik, berupa gerakan tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskuler, biasanya pada otot wajah dan ektremitas.<br />• Eritema marginatum. Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5% pasien. Tidak gatal, macular, dengan tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal.tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.<br />• Nodulus subkutan. Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul berukuran antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Umumnya terdapat di permukaan ekstendor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki.<br />b. Manifestasi Minor<br />Manifestasi minor pada demam reumatik akut dapat berupa demam bersifat remiten, antralgia, nyeri abdomen, anoreksia, nausea, dan muntah.<br /><br /><br /><br />5. Pemeriksaan Diagnostik/peninjang<br />a. Pemeriksaan darah<br />a. LED tinggi sekali<br />b. Lekositosis<br />c. Nilai hemoglobin dapat rendah<br />b. Pemeriksaan bakteriologi<br />• Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.<br />• Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti hyaluronidase.<br />c. Pemeriksaan radiologi<br />Elektrokardoigrafi dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung.<br />6. Diagnosis<br />Diagnosis demam reumatik akut ditegakkan berdasarkan kriteria Jones yang telah direvisi. Karena patologis bergantung pada manifestasi klinis maka pada diagnosis harus disebut manifestasi kliniknya, misalnya demam rematik dengan poliatritis saja. Adanya dua kriteria mayor, atau satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam rematik akut, jika didukung oleh bukti adanya infeksi sterptokokus grup A sebelumnya.<br />7. Komplikasi<br />a. Dekompensasi Cordis<br />Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua faktor tersebut.<br />Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati penyakit primer.<br />b. Pericarditis<br />Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.<br />8. Pengobatan/penatalaksanaan<br />Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus beta-hemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat berupa :<br />a. Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A<br />Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan. Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.<br />b. Obat anti rematik<br />Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR.<br />c. Diet<br />Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.<br />d. Istirahat<br />Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus DR minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.<br />e. Obat-obat Lain<br />Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan digitalis, diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.<br /><br />KONSEP KEPERAWATAN<br />1. Pengkajian<br />Lakukan pengkajian fisik rutin<br />Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai bukti-bukti infeksi streptokokus antesenden.<br />Observasi adanya manifestasi demam rematik.<br />2. Diagnosa Keperawatan<br />a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium<br />b. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.<br />c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.<br />d. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.<br /><br />3. Rencana Keperawatan<br />a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium<br />Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan curah jantung.<br />Intervensi Rasional<br />Beri digoksin sesuai instruksi, dengan menggunakan kewaspadaan yang sudah ditentukan untuk mencegah toksisitas.<br />Kaji tanda- tanda toksisitas digoksin (mual, muntah, anoreksia, bradikardia, disritmia)<br />Seringkali diambil strip irama EKG<br />Jamin masukan kalium yang adekuat<br /><br />Observasi adanya tanda-tanda hipokalemia<br />Beri obat-obatan untuk menurunkan afterload sesuai instruksi Dapat meningkatkan curah jantung<br /><br /><br />Untuk mencegah terjadinya toksisitas<br /><br />Mengkaji status jantung<br />Penurunan kadar kalium serum akan meningkatkan toksisitas digoksin<br /><br /><br />b. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.<br />Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 37’ C)<br />Intervensi Rasional<br />Kaji saat timbulnya demam<br />Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, TD, pernafasan setiap 3 jam<br />Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh<br /><br />Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang hal-hal yang dilakukan<br />Jelaskan pentingnya tirah baring bagi klien dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan<br />Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 – 3 liter/hari dan jelaskan manfaatnya<br /><br />Berikan kompres hangat dan anjurkan memakai pakaian tipis<br /><br /><br />Berikan antipiretik sesuai dengan instruksi Dapat diidentifikasi pola/tingkat demam<br />Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadan umum klien<br />Penjelasan tentang kondisi yang dilami klien dapat membantu mengurangi kecemasan klien dan keluarga<br />Untuk mengatasi demam dan menganjurkan klien dan keluarga untuk lebih kooperatif<br />Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan klien di RS<br /><br />Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak<br />Kompres akan dapat membantu menurunkan suhu tubuh, pakaian tipis akan dapat membantu meningkatkan penguapan panas tubuh<br /><br />Antipiretika yang mempunyai reseptor di hypothalamus dapat meregulasi suhu tubuh sehingga suhu tubuh diupayakan mendekati suhu normal<br /><br />c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.<br />Tujuan :<br />Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.<br />Intervensi Rasional<br />Kaji faktor-faktor penyebab<br /><br />Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup<br /><br /><br />Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak muntah teruskan<br />Lakukan perawatan mulut yang baik setelah muntah<br />Ukur BB setiap hari<br /><br />Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien<br />Penentuan factor penyebab, akan menentukan intervensi/ tindakan selanjutnya<br />Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga sehingga klien termotivasi untuk mengkonsumsi makanan<br />Menghindari mual dan muntah dan distensi perut yang berlebihan<br /><br />Bau yang tidak enak pada mulut meningkatkan kemungkinan muntah<br />BB merupakan indikator terpenuhi tidaknya kebutuhan nutrisi<br />Mengetahui jumlah asupan / pemenuhan nutrisi klien<br /><br /><br /><br /><br /><br />d. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.<br />Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang<br />Intervensi Rasional<br />Kaji tingkat nyeri yang dialami klien dengan memberi rentang nyeri (1-10), tetapkan tipe nyeri dan respon pasien terhadap nyeri yang dialami<br />Kaji factor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri<br /><br />Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang<br />Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasian dari rasa nyeri (libatkan keluarga)<br />Berikan kesempatan pada klien untuk berkomunikasi dengan teman/ orang terdekat<br /><br />Berikan obat-obat analgetik sesuai instruksi Untuk mengetahui berapa tingkat nyeri yang dialami<br /><br /><br />Reaksi pasien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai factor begitupun juga respon individu terhadap nyeri berbeda dab bervariasi<br />Mengurangi rangsang nyeri akibat stimulus eksternal<br />Dengan melakukan aktifitas lain, klien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami<br />Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat/teman membuat pasien gembira / bahagia dan dapaty mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri<br />Mengurangi nyeri dengan efek farmakologik<br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Arief Mansjoer,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Penerbit Media<br />Aesculapius FKUI. Jakarta.<br /><br />Smeltzer Bare, dkk. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.<br /><br />Wong Donna L. 2004. Keperawatan Pediatrik. EGC. Jakarta<br />Diposting oleh Professional Ners Semarang di 06:26 0 komentar Link ke posting ini <br />Label: ANAKSAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-16805391909923542812009-01-10T04:31:00.001-08:002009-01-10T04:31:55.667-08:00ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TETRALOGI FALLOTI. Pendahuluan<br />Tetralogi fallot (TF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak ditemukan dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten,atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik Tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri.<br />Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien Tetralogi fallot didapat diatas 5 tahun dan prevalensi menurun setelah berumur 10 tahun. Dari banyaknya kasus kelainan jantung serta kegawatan yang ditimbulkan akibat kelainan jantung bawaan ini, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.<br /><br />II. Pengertian<br />Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi defek septum ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan.<br />Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif , makin lama makin berat.<br /><br />III. Etiologi<br />Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaa tidak diketahui secara pasti. diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor –faktor tersebut antara lain :<br />Faktor endogen<br />• Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom<br />• Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan<br />• Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan<br /><br /><br /><br />Faktor eksogen<br />• Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide,dextroamphetamine.aminopterin,amethopterin, jamu)<br />• Ibu menderita penyakit infeksi : rubella<br />• Pajanan terhadap sinar -X<br />Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adaah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan , oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.<br /><br />IV. Pemeriksaan diagnostik<br />a. Pemeriksaan laboratorium<br />Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi.<br />b. Radiologis<br />Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.<br />c. Elektrokardiogram<br />Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal<br />d. Ekokardiografi<br />Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru<br />e. Kateterisasi<br />Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.<br /><br />V. Web of causation/hubungan sebab akibat<br />Orang tua<br />Anak<br />MRS<br />Terpapar faktor endogen & eksogen selama kehamilan trimester I-II<br />Kelainan jantung kongenital sianotik : tetralogi fallot<br />Stenosis pulmonal<br />Defek septum ventrikel<br />Overiding aorta<br />Tek. sistolik puncak ventrikel kanan = kiri<br />Pirau kanan --kiri<br />Obstruksi >>> berat<br />Obstruksi aliran darah keluar vent kanan<br />¯Aliran darah paru<br />Aliran darah aorta <br />• PK : syok hipovolemik<br />• Gangguan keseimbangan cairan & elektrolit<br />• Gangguan perfusi jaringan<br />¯O2 dlm darah<br />Hipoksemia<br />Sesak<br />Sianosis (blue spells)<br />• Ggn nutrisi kurang dr keb<br />• Intoleransi aktivitas tubuh<br />• Gangguan pola nafas<br />• Gangguan pertumbuhan & perkembangan<br /><br />¯O2 di otak<br />¯kesadaran<br />kejang<br />• Perubahan perfusi jar serebral.<br />• Ggn integritas kulit.<br />• Risiko cedera<br /><br /><br />polisitemia<br />Trombosis<br />Perdarahan<br />PK : embolisme paru<br /><br /><br /><br />Kelemahan tubuh<br />Bayi/anak cepat lelah :<br />jika menetek,berjalan, beraktifitas<br />Hipertrofi<br />vent kanan<br />Percampuran darah kaya O2 dg CO2<br />Hipoksia & laktat ↑<br />Asidosis metabolik<br />kompensasi<br />Jangka panjang sirkulasi kolateral<br />• Gangguan pertukaran gas<br />• PK.Hipoksemia<br />• Krg pengetahuan ortu : diagnostik,prognosis&perawatan<br />• Takut pada anak<br />• Kecemasan anak<br />• Krg pengetahuan klg ttg cara merawat anak dg asma<br />• Kecemasan orang tua,perubahan proses keluarga, koping keluarga inefektif<br /><br />VI. Komplikasi<br />a. Trombosis pulmonal<br />b. CVA trombosis<br />c. Abses otak<br />d. Perdarahan<br />e. Anemia relatif<br /><br />VII. Proses keperawatan<br />a. Pengkajian keperawatan<br />1. Riwayat kehamilan : ditanyakan sesuai dengan yang terdapat pada etiologi (faktor endogen dan eksogen yang mempengaruhi).<br />2. Riwayat tumbuh<br />Biasanya anak cendrung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi penyakit.<br />3. Riwayat psikososial/ perkembangan<br />3.1 Kemungkinan mengalami masalah perkembangan<br />3.2 Mekanisme koping anak/ keluarga<br />3.3 Pengalaman hospitalisasi sebelumnya<br />4. Pemeriksaan fisik<br />4.1 Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi tampak biru setelah tumbuh.<br />4.2 Clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan.<br />4.3 Serang sianotik mendadak (blue spells/cyanotic spells/paroxysmal hiperpnea,hypoxic spells) ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan dalam,lemas,kejang,sinkop bahkan sampai koma dan kematian.<br />4.4 Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.<br />4.5 Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal yang semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi<br />4.6 Bunyi jantung I normal. Sedang bunyi jantung II tunggal dan keras.<br />4.7 Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan<br />4.8 Ginggiva hipertrofi,gigi sianotik<br /><br />5. Pengetahuan anak dan keluarga :<br />5.1 Pemahaman tentang diagnosis.<br />5.2 Pengetahuan/penerimaan terhadap prognosis<br />5.3 Regimen pengobatan<br />5.4 Rencana perawatan ke depan<br />5.5 Kesiapan dan kemauan untuk belajar<br /><br />Tatalaksana pasien tetralogi fallot<br />Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :<br />1. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah<br />2. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau Iv untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi takipneu.<br />3. Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis<br />4. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat karena permasalahan bukan karena kekuranganoksigen, tetapi karena aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian :<br />5. Propanolo l 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung sehingga seranga dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separohnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.<br />6. Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedatif<br />7. penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam penganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.<br /><br />Lakukan selanjutnya<br />Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk serangan sianotik<br />Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi<br />Hindari dehidrasi<br /><br />b. Diagnosa keperawatan<br />Setelah pengumpulan data, menganalisa data dan menentukan diagnosa keperawatan yang tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan membuat prioritas diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan intervensi keperawatan.<br />1. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan alian darah ke pulmonal<br />2. Penurunan kardiak output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung<br />3. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan sirkulasi (anoxia kronis , serangan sianotik akut)<br />4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan<br />5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan<br />6. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen<br />7. Koping keluarga tidak efektif b.d kurang pengetahuan klg tentang diagnosis/prognosis penyakit anak<br />8. Risti gangguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial sekunder abses otak, CVA trombosis<br /><br />Contoh rencana keperawatan<br />1. Penurunan kardiac output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung<br />Tujuan<br />Anak dapat mempertahankan kardiak output yang adekuat.<br />Kriteria hasil<br />Tanda-tanda vital normal sesuai umur<br />Tidak ada : dyspnea, napas cepat dan dalam,sianosis, gelisah/letargi , takikardi,mur-mur<br />Pasien komposmentis<br />Akral hangat<br />Pulsasi perifer kuat dan sama pada kedua ekstremitas<br />Capilary refill time < 3 detik<br />Urin output 1-2 ml/kgBB/jam<br />Intervensi<br />1) Monitor tanda vital,pulsasi perifer,kapilari refill dengan membandingkan pengukuran pada kedua ekstremitas dengan posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan<br />2) Kaji dan catat denyut apikal selama 1 menit penuh<br />3) Observasi adanya serangan sianotik<br />4) Berikan posisi knee-chest pada anak<br />5) Observasi adanya tanda-tanda penurunan sensori : letargi,bingung dan disorientasi<br />6) Monitor intake dan output secara adekuat<br />7) Sediakan waktu istirahat yang cukup bagi anak dan dampingi anak pada saat melakukan aktivitas<br />8) Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.<br />9) Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia<br />10) Kolaborasi pemberian oksigen<br />11) Kolaborasi pemberian cairan tubuh melalui infus<br /><br /><br /><br />2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen<br />Tujuan:<br />Anak menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.<br />Kriteria hasil :<br />• Tanda vital normal sesuai umur<br />• Anak mau berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dijadwalkan<br />• Anak mencapai peningkatan toleransi aktivitas sesuai umur<br />• Fatiq dan kelemahan berkurang<br />• Anak dapat tidur dengan lelap<br /><br />Intervensi<br />1. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.<br />2. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.<br />3. Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.<br />4. Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.<br />5. Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa aktivitas melebihi batas<br />6. Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan ADL dan dukung kearah kemandirian anak sesui dengan indikasi<br />7. Jadwalkan aktivitas sesuai dengan usia, kondisi dan kemampuan anak.<br /><br /><br /><br />3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan<br />Tujuan : anak dapat makan secara adekuat dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan normal dan pertumbuhan normal.<br />Kriteria hasil :<br />• Anak menunjukkan penambahan BB sesuai dengan umur<br />• Peningkatan toleransi makan.<br />• Anak dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan<br />• Hasil lab tidak menunjukkan tanda malnutrisi. Albumin,Hb<br />• Mual muntah tidak ada<br />• Anemia tidak ada.<br /><br />Intervensi :<br />1. Timbang berat badan anak setiap pagi tanpa diaper pada alat ukur yang sama, pada waktu yang sama dan dokumentasikan.<br />2. Catat intake dan output secara akurat<br />3. Berikan makan sedikit tapi sering untuk mengurangi kelemahan disesuaikan dengan aktivitas selama makan ( menggunakan terapi bermain)<br />4. Berikan perawatan mulut untuk meningktakan nafsu makan anak<br />5. Berikan posisi jongkok bila terjadi sianosis pada saat makan<br />6. gunakan dot yang lembut bagi bayi dan berikan waktu istirahat di sela makan dan sendawakan<br />7. gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress pernafasan yang dapat disebabkan karena tersedak<br />8. berikan formula yang mangandung kalori tinggi yang sesuaikan dengan kebutuhan<br />9. Batasi pemberian sodium jika memungkinkan<br />10. Bila ditemukan tanda anemia kolaborasi pemeriksaan laboratorium<br /><br />VIII. Penutup<br />Tepatnya penganan dan pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan kelainan jantung bawaan sianotik : tetralogi fallot sangat menentukan untuk kelansungan hidup anak mengingat masalah yang komplit yang dapat terjadi pada anak TF bahkan dapat menimbulkan kematian yang diakibatkan karena hipoksia , syok maupun gagal. Oleh karena itu perawat harus memiliki keterampilan dan pengetahuan konsep dasar perjalanan penyakit TF yang baik agar dapat menentukan diagnosa yang tepat bagi anak yang mengalami tetralogi fallot sehingga angka kesakitan dan kematian dapat ditekan.<br />IX. Daftar Pustaka<br />1. A.H Markum,1991,Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak,jilid 1,Jakarta,Fakultas kedokteran UI<br />2. Bambang M,Sri endah R,Rubian S,2005,Penanganan Penyakit Jantung pada Bayi dan Anak<br />3. Carpenito J.Lynda,2001,Diagnosa Keperawatan,edisi 8,Jakarta,EGC<br />4. Colombro Geraldin C,1998,Pediatric Core Content At-A- Glance,Lippincott-Philladelphia,New York<br />5. Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta<br />6. Ngastiah.1997.Perawatan Anak Sakit, Jakarta,EGC<br />7. Nelson, 1992. Ilmu Kesehatan anak,Jakarta, EGC<br />8. Sacharin,Rosa M, 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi II, Jakarta,EGC<br />9. Samik Wahab, 1996. Kardiologi anak Nadas, Gadjah Mada Ununiversity Press, yogyakarta,Indonesia<br />10. Sudigdo & Bambang.1994,Buku Ajar kardiologi Anak,Jakarta,IDAI<br />11. Sharon,Ennis Axton (1993), Pediatric care plans,Cumming Publishig Company,California<br />12. Whaley and Wong, 1995, Essential of Pediatric Nursing,Cv.Mosby Company,TorontoSAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-14820066309804866742009-01-10T04:30:00.001-08:002009-01-10T04:30:57.932-08:00ASKEP SN (Sindrom Nefrotik)1.Pengertian<br />Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004 : 550).Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001: 217).Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002 : 21).Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Sindrom Nefrotik pada anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria massif hipoalbuminemia, hiperlipidemia yang disertai atau tidak disertai edema dan hiperkolestrolemia.<br />2.Anatomi fisiologi<br />a.AnatomiGinjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra.Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.Pada fetus dan infan, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin kurang sehingga waktu dewasa menghilang.Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat dimulai, filtrat adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80 % filtrat telah di absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotic dengan plasma darah pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih (Price,2001 : 785).b.Fisiologi ginjalTelah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.1)Faal glomerolusFungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.2)Faal TubulusFungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).<br />Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :a)1-2 hari : 30-60 mlb)3-10 hari : 100-300 mlc)10 hari-2 bulan : 250-450 mld)2 bulan-1 tahun : 400-500 mle)1-3 tahun : 500-600 mlf)3-5 tahun : 600-700 mlg)5-8 tahun : 650-800 mlh)8-14 tahun : 800-1400 ml3)Faal Tubulus ProksimalTubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik.4)Faal loop of henleLoop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.5)Faal tubulus distalis dan duktus koligentesMengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen. (Rauf, 2002 : 4-5).<br />3.Etiologi<br />Sebab pasti belum diketahui. Umunya dibagi menjadi :<br />a.Sindrom nefrotik bawaanDiturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternalb.Sindrom nefrotik sekunderDisebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glomerulonefrits kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa), amiloidosis, dan lain-lain.c.Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)(Arif Mansjoer,2000 :48<br />4.Insiden<br />a.Insidens lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.b.Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatanc.Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahund.Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anake.Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.f.Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. (Cecily L Betz, 2002 : 334)<br />5.Patofisiologi<br />a.Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.b.Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.c.Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasmad.Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)e.Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217)<br />6.Manifestasi klinik<br />a.Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.b.Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusac.Pucatd.Hematurie.Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.f.Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.g.Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002 : 335 ).<br />7.Pemeriksaan diagnostik<br />a.Uji urine1)Protein urin – meningkat2)Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria3)Dipstick urin – positif untuk protein dan darah4)Berat jenis urin – meningkatb.Uji darah1)Albumin serum – menurun2)Kolesterol serum – meningkat3)Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)4)Laju endap darah (LED) – meningkat5)Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.c.Uji diagnostikBiopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L, 2002 : 335).<br />8.Penatalaksanaan Medik<br />a.Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram/kgBB/harib.Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 – 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.c.Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut :1)Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.2)Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggud.Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksie.Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital(Arif Mansjoer,2000 : 488 )<br />9.Komplikasi<br />a.Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.b.Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.c.Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.d.Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.(Rauf, .2002 : .27-28).<br />Konsep Dasar Keperawatan<br />Asuhan Keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah dan memulihkan kesehatan.Proses Keperawatan merupakan susunan metode pemecahan masalah yang meliputi pengkajian keperawatan, identifikasi/analisa maslah (diagnosa Keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan profesional tenaga keperawatan (Hidayat,2004.hal.95)<br />1.Pengkajian.Pengkajian merupakan langkah awal dari tahapan proses keperawatan. Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian.Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien anak dengan sindrom nefrotik (Donna L. Wong,200 : 550) sebagai berikut :a.Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edemab.Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan penambahan berat badan saat ini, disfungsi ginjal.c.Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik :1) Penambahan berat badan2) Edema3) Wajah sembab :a)Khususnya di sekitar matab)Timbul pada saat bangun pagic)Berkurang di siang hari4) Pembengkakan abdomen (asites)5) Kesulitan pernafasan (efusi pleura)6) Pembengkakan labial (scrotal)7) Edema mukosa usus yang menyebabkan :a)Diareb)Anoreksiac)Absorbsi usus buruk Pucat kulit ekstrim (sering)9) Peka rangsang10) Mudah lelah11) Letargi12) Tekanan darah normal atau sedikit menurun13) Kerentanan terhadap infeksi14) Perubahan urin :a)Penurunan volumeb)Gelapc)Berbau buahd.Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian, misalnya analisa urine akan adanya protein, silinder dan sel darah merah; analisa darah untuk protein serum (total, perbandingan albumin/globulin, kolesterol), jumlah darah merah, natrium serum.2.Penyimpanan Kebutuhan Dasar Manusia3.Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritasa.Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga.1)TujuanPasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan (pasien mendapatkan volume cairan yang tepat)2)Intervensib)Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran secara akurat.Rasional : perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.c)Timbang berat badan setiap hari (ataui lebih sering jika diindikasikan).Rasional : mengkaji retensi cairand)Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada umbilicus serta pantau edema sekitar mata.Rasional : untuk mengkaji ascites dan karena merupakan sisi umum edema.e)Atur masukan cairan dengan cermat.Rasional : agar tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang dibutuhkanf)Pantau infus intra venaRasional : untuk mempertahankan masukan yang diresepkang)Berikan kortikosteroid sesuai ketentuan.Rasional : untuk menurunkan ekskresi proteinuriah)Berikan diuretik bila diinstruksikan.Rasional : untuk memberikan penghilangan sementara dari edema.b.Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan, edema1)TujuanKlien tidak menunjukkan kehilangan cairan intravaskuler atau shock hipovolemik yang diyunjukkan pasien minimum atau tidak ada2)Intervensia)Pantau tanda vitalRasional : untuk mendeteksi bukti fisik penipisan cairanb)Kaji kualitas dan frekwensi nadiRasional : untuk tanda shock hipovolemikc)Ukur tekanan darahRasional : untuk mendeteksi shock hipovolemikd)Laporkan adanya penyimpangan dari normalRasional : agar pengobatan segera dapat dilakukanc.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun, kelebihan beban cairan cairan, kelebihan cairan.1)TujuanTuidak menunjukkan adanya bukti infeksi2)Intervensia)Lindungi anak dari kontak individu terinfeksiRasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektifb)Gunakan teknik mencuci tangan yang baikRasional : untuk memutus mata rantai penyebar5an infeksic)Jaga agar anak tetap hangat dan keringRasiona;l : karena kerentanan terhadap infeksi pernafasand)Pantau suhu.Rasional : indikasi awal adanya tanda infeksie)Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksiRasional : memberi pengetahuan dasar tentang tanda dan gejala infeksid.Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh.1)TujuanKulit anak tidak menunjukkan adanya kerusakan integritas : kemerahan atau iritasi2)Intervensia)Berikan perawatan kulitRasional : memberikan kenyamanan pada anak dan mencegah kerusakan kulitb)Hindari pakaian ketatRasional : dapat mengakibatkan area yang menonjol tertekanc)Bersihkan dan bedaki permukaan kulit beberapa kali sehariRasional : untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit karena gesekan dengan alat tenund)Topang organ edema, seperti skrotumRasional : unjtuk menghilangkan aea tekanane)Ubah posisi dengan sering ; pertahankan kesejajaran tubuh dengan baikRasional : karena anak dengan edema massif selalu letargis, mudah lelah dan diam sajaf)Gunakan penghilang tekanan atau matras atau tempat tidur penurun tekanan sesuai kebutuhanRasional : untuk mencegah terjadinya ulkuse.Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan1)TujuanPasien mendapatkan nutrisi yang optimal2)Intervensia)Beri diet yang bergiziRasional : membantu pemenuhan nutrisi anak dan meningkatkan daya tahan tubuh anakb)Batasi natrium selama edema dan trerapi kortikosteroidRasinal : asupan natrium dapat memperberat edema usus yang menyebabkan hilangnya nafsu makan anakc)Beri lingkungan yang menyenangkan, bersih, dan rileks pada saat makanRasional : agar anak lebih mungkin untuk makand)Beri makanan dalam porsi sedikit pada awalnyaRasional : untuk merangsang nafsu makan anake)Beri makanan spesial dan disukai anakRasional : untuk mendorong agar anak mau makanf)Beri makanan dengan cara yang menarikRaional : untuk menrangsang nafsu makan anakf.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan1)TujuanAgar dapat mengespresikan perasaan dan masalah dengan mengikutin aktivitas yang sesuai dengan minat dan kemampuan anak.2)Intervensia)Gali masalah dan perasaan mengenai penampilanRasional : untuk memudahkan kopingb)Tunjukkan aspek positif dari penampilan dan bukti penurunan edemaRasional : meningkatkan harga diri klien dan mendorong penerimaan terhadap kondisinyac)Dorong sosialisasi dengan individu tanpa infeksi aktifRasional : agar anak tidak merasa sendirian dan terisolasid)Beri umpan balik posisitfRasional : agar anak merasa diterimag.Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan1)TujuanAnak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan dan mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat2)Intervensia)Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebatRasional : tirah baring yang sesuai gaya gravitasi dapat menurunkan edemab)Seimbangkan istirahat dan aktifitas bila ambulasiRasional : ambulasi menyebabkan kelelahanc)Rencanakan dan berikan aktivitas tenangRasional : aktivitas yang tenang mengurangi penggunaan energi yang dapat menyebabkan kelelahand)Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelahRasional : mengadekuatkan fase istirahat anake)Berikan periode istirahat tanpa gangguanRasional : anak dapat menikmati masa istirahatnya<br />h.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius1)TujuanPasien (keluarga) mendapat dukungan yang adekuat2)Intervensia)Kenali masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi, dukunganRasional : mengidentifikasi kebuutuhan yang dibutuhkan keluargab)Kaji pemahaman keluarga tentang diagnosa dan rencana perawatanRasional : keluarga akan beradaptasi terhadap segala tindakan keperawatan yang dilakukanc)Tekankan dan jelaskan profesional kesehatan tentang kondisi anak, prosedur dan terapi yang dianjurkan, serta prognosanyaRasional : agar keluarga juga mengetahui masalah kesehatan anaknyad)Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga Keluarga tentang penyakit dan terapinyaRasional : mengoptimalisasi pendidikan kesehatan terhadape)Ulangi informasi sesering mungkinRasional : untuk memfasilitasi pemahamanf)Bantu keluarga mengintrepetasikan perilaku anak serta responnyaRasional : keluarga dapat mengidentifikasi perilaku anak sebagai orang yang terdekat dengan anakg)Jangan tampak terburu-buru, bila waktunya tidak tepatRasional : mempermantap rencana yang telah disusun sebelumnya. (Donna L Wong,2004 : 550-552).<br />Sumber:1.Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. 2002.Keperawatan Pediatrik, Edisi 3,EGC : Jakarta2.Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta3.Rauf , Syarifuddin, 2002, Catatan Kuliah Nefrologi Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UH : Makssar4.Smeltzer, Suzanne C, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8, Volume 2, EGC : Jakarta5.Suriadi & Rita Yuliani, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1, Fajar Interpratama : Jakarta6.Wong,L. Donna, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4, EGC : JakartaSAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-69979259534430891022009-01-10T04:29:00.001-08:002009-01-10T04:29:58.559-08:00Askep Kejang DemamA. Konsep Dasar<br />1. Pengertian<br />Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).<br />Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).<br />Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).<br />Kejang Demam (Febrile Convulsion) adalah kejang pada bayi atau anak-anak yang terjadi akibat demam, tanpa adanya infeksi pada susunan saraf pusat maupun kelainan saraf lainnya. (www.medicastore.com)<br />Seorang anak yang mengalami kejang demam, tidak berarti dia menderita epilepsi karena epilepsi ditandai dengan kejang berulang yang tidak dipicu oleh adanya demam.<br />Hampir sebanyak 1 dari setiap 25 anak pernah mengalami kejang demam dan lebih dari sepertiga dari anak-anak tersebut mengalaminya lebih dari 1 kali.Kejang demam biasanya terjadi pada anak-anak yang berusia antara 6 bulan-5 tahun dan jarang terjadi sebelum usia 6 bulan maupun sesudah 3 tahun.<br />2. Patofisiologi<br />a. Etiologi<br />Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).<br />1) Intrakranial<br />Asfiksia : Ensefolopati hipoksik - iskemik<br />Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular<br />Infeksi : Bakteri, virus, parasit<br />Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith - Lemli - Opitz.<br />2) Ekstra kranial<br />Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K)<br />Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.<br />Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.<br />3) Idiopatik<br />Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)<br />b. Patofisiologi<br />Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.<br />Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.<br />Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.<br />Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.<br />Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.<br />Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.<br />c. Manifestasi Klinis<br />Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.<br />Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy.<br />untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu :<br />1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)<br />2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever<br />Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :<br />1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun<br />2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.<br />3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali<br />4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam<br />5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal<br />6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.<br />3. Klasifikasi Kejang Demam<br />Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.<br />a. Kejang Tonik<br />Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus<br />b. Kejang Klonik<br />kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit.SAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-15072330676681973102009-01-10T04:28:00.001-08:002009-01-10T04:28:55.307-08:00askep diare pada anakI. Pengertian<br />Diare adalah keadaan kekerapan dan keenceran buang air besar dimana frekuensinya lebih dari tiga kaliper hari dan banyaknya lebih dari 200 – 250 gram.<br />II. Etiologi<br />Faktor Infeksi<br />1.Infeksi enternal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.<br />2.Infeksi bakteri : Vibrio coma, Ecserchia coli, Salmonella, Shigella, Compilobacter, Yersenia dan Acromonas.<br />3.Infeksi virus : Entero virus (Virus echo, Coxechasi dan Poliomyelitis), Adeno virus, Rota virus dan Astrovirus.<br />4.Infeksi parasit : Cacing, protozoa dan jamur.<br />5.Infeksi parental, yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alatpencernaan, sepertiOtitis Media Akut, Tonsilopharingitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak dibawah 2 tahun.<br />Bukan faktor infeksi<br />6.Alergi makanan : susu dan protein.<br />7.Gangguan metabolik atau malabsorbsi.<br />8.Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan.<br />9.Obat-obatan seperti antibiotik.<br />10.Penyakit usus seperti Colitis ulserative, crohn disease dan enterocolitis.<br />11.Faktor psikologis : rasa tahut dan cemas.<br />12.Obstruksi usus.<br />III. Patofisiologi<br />A. Gangguan osmotik<br />Makanan atau zat yang tidak dapat diserap menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, hal ini menyebabkan isi rongga usus berlebihan sehingga merangsang usus mengeluarkannya (diare).<br />Gangguan sekresi<br />Toxin pada dinding usus meningkatkan sekresi air dan lektrolit kedalam usus, peningkatan isi rongga usus merangsang usus untuk mengeluarkannya.<br />C. Gangguan motalitas usus<br />Hyperperistaltik menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan. Atau peristaltik yang menurun menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan menyebabkan peradangan pada rongga usus sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat hal ini menyebabkan absorsi rongga usus menurun sehingga terjadilah diare.<br />Mikroorganisme patogen Zat – zat sulit diserap<br />Infeksi Peningkatan tekanan osmotik<br />Peningkatan sekresi aktif cairan Menarik air dan garam ke dalam usus<br />Peningkatan motilitas usus<br />Peristaltik meningkat<br />Diare<br />IV. Klasifikasi diare<br />Tahapan dehidrasi menurut Ashwill dan Droske (1977) :<br />1.Dehidrasi ringan : dimana berat badan menurun 3 – 5 % dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 ml/kgBB.<br />2.Dehidrasi sedang : dimana berat badan menurun 6 – 9 % dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 – 90 ml/kgBB.<br />3.Dehidrasi berat : dimana berat badan menurun lebih dari 10 % dengan volume cairan yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kgBB.<br />V. Gejala Klinik<br />Gejal klinik yang timbul tergantung dari intensitas dan tipe diare, namun secara umum tanda dan gejala yang sering terjadi adalah :<br />a.Sering buang air besar lebih dari 3 kali dan dengan jumlah 200 – 250 gr.<br />b.Anorexia.<br />c.Vomiting.<br />d.Feces encer dan terjadi perubahan warna dalam beberapa hari.<br />e.Terjadi perubahan tingkah laku seperti rewel, iritabel, lemah, pucat, konvulsi, flasiddity dan merasa nyeri pada saat buang air besar.<br />f.Respirasi cepat dan dalam.<br />g.Kehilangan cairan/dehidrasi dimana jumlah urine menurun, turgor kulit jelek, kulit kering, terdapat fontanel dan mata yang cekung serta terjadi penurunan tekanan darah.<br />VI. Komplikasi<br />Komplikasi yang sering terjadi pada anak yang menderita diare adalah :<br />1.Dehidrasi<br />2.Hipokalemi.<br />3.Hipokalsemi<br />4.Cardiac disrythmias<br />5.Hiponatremi.<br />6.Syok hipovolemik<br />7.Asidosis.<br />VII. Penatalaksanaan<br />Dasar-dasar penatalaksanaan diare pada anak adalah : (5 D)<br />1.Dehidrasi.<br />2.Diagnosis.<br />3.Diet.<br />4.Defisiensi disakarida<br />5.Drugs<br />Pada dehidrasi ringan diberikan :<br />a.Oralit + cairan<br />b.ASI/susu yang sesuai<br />c.Antibiotika (hanya kalau perlu saja)<br />Pada dehidrasi sedang, penderita tidak perlu dirawat dan diberikan :<br />a.Seperti pengobatan dehidrasi ringan<br />b.Bila tidak minum ASI :<br />1.Kurang dari 1 tahun LLM dengan takaran 1/3, 2/3 penuh ditambah oralit.<br />2.Untuk umur 1 tahun lebih , BB 7 kg lebih : teh, biskuit, bubur dan seterusnya selain oralit. Formula susu dihentikan dan baru dimulai lagi secara realimentasi setalh makan nasi.<br />Pada dehidrasi berat, penderita harus dirawat di RS.<br />Pengobatan diare lebih mengutamakan pemberian cairan, kalori dan elektrolit yang bisa berupa larutan oralit (garam diare) guna mencegah terjadinya dehidrasi berat, sedangkan antibiotika atau obat lain hanya diberikan bila ada indikasi yang jelas. Spasmolitika dan obstipansia pada diare tidak diberikan karena tidak bermanfaat bahkan dapat memberatkan penyakit.SAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-21090840365276731832009-01-10T04:22:00.000-08:002009-01-10T04:26:51.232-08:00askep hidrocephalusI. Defenisi<br />Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid.<br />Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor.<br />Beberapa type hydrocephalus berhubungan dengan kenaikan tekanan intrakranial. 3 (Tiga) bentuk umum hydrocephalus :<br />a. Hidrocephalus Non – komunikasi (nonkommunicating hydrocephalus)<br />Biasanya diakibatkan obstruksi dalam system ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka.Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada system ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yag berfungsi atau pada anak – anak dibawah usia 12 – 18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda – tanda dan gejala – gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak – anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.<br />b. Hidrosefalus Komunikasi (Kommunicating hidrocepalus)<br />Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)<br />c. Hidrosefalus Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus)<br />Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.<br /><br />II. Fisiologi Cairan Cerebro Spinalis<br />a. Pembentukan CSF<br />Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan demikian CSF di perbaharui setiap 8 jam.<br />Pada anak dengan hidrosefalus, produksi CSF ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSF di bentuk oleh PPA;<br />1). Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar)<br />2). Parenchym otak<br />3). Arachnoid<br />b. Sirkulasi CSF<br />Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari tempat pembentuknya ke tempat ke tempat absorpsinya. CSF mengalir dari II ventrikel lateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam ventrikel III, dari sini melalui aquaductus Sylvius menuju ventrikel IV. Melalui satu pasang foramen Lusckha CSF mengalir cerebello pontine dan cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari foramen Magindie menuju cisterna magna. Dari sini mengalir kesuperior dalam rongga subarachnoid spinalis dan ke cranial menuju cisterna infra tentorial.Melalui cisterna di supratentorial dan kedua hemisfere cortex cerebri.<br />Sirkulasi berakhir di sinus Doramatis di mana terjadi absorbsi melalui villi arachnoid.<br /><br />III. Patofisiologi<br />Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klein dengan type hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.<br />Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan kematian.<br />Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi.<br /><br />IV. Etiologi dan Patologi<br />Hydrosephalus dapat disebabkan oleh kelebihan atau tidak cukupnya penyerapan CSF pada otak atau obstruksi yang muncul mengganggu sirkulasi CSF di sistim ventrikuler. Kondisi diatas pada bayi dikuti oleh pembesaran kepala. Obstruksi pada lintasan yang sempit (Framina Monro, Aquaductus Sylvius, Foramina Mengindie dan luschka ) pada ventrikuler menyebabkan hidrocephalus yang disebut : Noncomunicating (Internal Hidricephalus)<br />Obstruksi biasanya terjadi pada ductus silvius di antara ventrikel ke III dan IV yang diakibatkan perkembangan yang salah, infeksi atau tumor sehingga CSF tidak dapat bersirkulasi dari sistim ventrikuler ke sirkulasi subarahcnoid dimana secara normal akan diserap ke dalam pembuluh darah sehingga menyebabkan ventrikel lateral dan ke III membesar dan terjadi kenaikan ICP.<br />Type lain dari hidrocephalus disebut : Communcating (Eksternal Hidrocephalus) dmana sirkulasi cairan dari sistim ventrikuler ke ruang subarahcnoid tidak terhalangi, ini mungkin disebabkan karena kesalahan absorbsi cairan oleh sirkulasi vena. Type hidrocephalus terlihat bersama – sama dengan malformasi cerebrospinal sebelumnya.<br />V. Tanda dan Gejala<br />Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi.<br />Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya.<br />Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.<br />Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela.<br />Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional.<br />Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.<br />VI. Diagnosis<br /> CT Scan<br /> Sistenogram radioisotop dengan scan .<br />VII. Perlakuan<br /> Prosedur pembedahan jalan pintas (ventrikulojugular, ventrikuloperitoneal) shunt<br /> Kedua prosedur diatas membutuhkan katheter yang dimasukan kedalam ventrikel lateral : kemudian catheter tersebut dimasukan kedalasm ujung terminal tube pada vena jugular atau peritonium diaman akan terjadi absorbsi kelebihan CSF.<br />VIII. Penatalaksanaan Perawatan Khusus<br />Hal – hal yang harus dilakukan dalam rangka penatalaksanaan post – operatif dan penilaian neurologis adalah sebagai berikut :<br />1) Post – Operatif : Jangan menempatkan klien pada posisi operasi.<br />2) Pada beberapa pemintasan, harus diingat bahwa terdapat katup (biasanya terletak pada tulang mastoid) di mana dokter dapat memintanya di pompa.<br />3) Jaga teknik aseptik yang ketat pada balutan.<br />4) Amati adanya kebocoran disekeliling balutan.<br />5) Jika status neurologi klien tidak memperlihatkan kemajuan, patut diduga adanya adanya kegagalan operasi (malfungsi karena kateter penuh);gejala dan tanda yang teramati dapat berupa peningkatan ICP.<br />Hidrocephalus pada Anak atau Bayi<br />Pembagian :<br />Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua (2 ) ;<br />1. Kongenital<br />Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga ;<br />- Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil<br />- Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.<br />2. Di dapat<br />Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.<br />Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital denga di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya..<br />Penyebab sumbatan ;<br />Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada bayi dan anak – anak ;<br />1. Kelainan kongenital<br />2. Infeksi di sebabkan oleh perlengketan meningen akibat infeksi dapat terjadi pelebaran ventrikel pada masa akut ( misal ; Meningitis )<br />3. Neoplasma<br />4. Perdarahan , misalnya perdarahan otak sebelum atau sesudah lahir.<br />Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagianyaitu :<br />1. Hidrosefalus komunikan<br />Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dal;am sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan.<br />2. Hidrosefalus non komunikan<br />Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF.<br />Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.<br />Manifestasi klinis<br />1. Bayi ;<br />- Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.<br />- Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.<br />- Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial;<br />• Muntah<br />• Gelisah<br />• Menangis dengan suara ringgi<br />• Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.<br />- Peningkatan tonus otot ekstrimitas<br />- Tanda – tanda fisik lainnya ;<br />• Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas.<br />• Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah – olah di atas iris.<br />• Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”<br />• Strabismus, nystagmus, atropi optik.<br />• Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.<br />2. Anak yang telah menutup suturanya ;<br />Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial :<br />- Nyeri kepala<br />- Muntah<br />- Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas<br />- Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun.<br />- Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer<br />- Strabismus<br />- Perubahan pupil.<br />1. PENGKAJIAN<br />1.1 Anamnese<br />1) Riwayat penyakit / keluhan utama<br />Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.<br />2) Riwayat Perkembangan<br />Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak.<br />Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.<br />Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.<br />Keluhan sakit perut.<br /><br />1.2 Pemeriksaan Fisik<br />1) Inspeksi :<br /> Anak dapat melioha keatas atau tidak.<br /> Pembesaran kepala.<br /> Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.<br />2) Palpasi<br /> Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.<br /> Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.<br />3) Pemeriksaan Mata<br /> Akomodasi.<br /> Gerakan bola mata.<br /> Luas lapang pandang<br /> Konvergensi.<br /> Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.<br /> Stabismus, nystaqmus, atropi optic.<br /><br /><br />1.3 Observasi Tanda –tanda vital<br />Didapatkan data – data sebagai berikut :<br /> Peningkatan sistole tekanan darah.<br /> Penurunan nadi / Bradicardia.<br /> Peningkatan frekwensi pernapasan.<br />1.4 Diagnosa Klinis :<br /> Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang )<br /> Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot “ (Mercewen’s Sign)<br /> Opthalmoscopy : Edema Pupil.<br /> CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan nalisisi komputer.<br /> Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.<br /><br />2. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />2.1 Pre Operatif<br />1) Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya tekanan intrakranial .<br />Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah, kepala membesar<br />Tujuan ; Klien akan mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala berkurang<br />Intervensi :<br /> Jelaskan Penyebab nyeri.<br /> Atur posisi Klien<br /> Ajarkan tekhnik relaksasi<br /> Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian Analgesik<br /> Persapiapan operasi<br /><br />2) Kecemasan Orang tua sehubungan dengan keadaan anak yang akan mengalami operasi.<br />Data Indikasi : Ekspresi verbal menunjukkan kecemasan akan keadaan anaknya.<br />Tujuan : Kecemasan orang tua berkurang atau dapat diatasi.<br />Intervensi :<br /> Dorong orang tua untuk berpartisipasi sebanyak mungkin dalam merawat anaknya.<br /> Jelaskan pada orang tua tentang masalah anak terutama ketakutannya menghadapi operasi otak dan ketakutan terhadap kerusakan otak.<br /> Berikan informasi yang cukup tentang prosedur operasi dan berikan jawaban dengan benar dan sejujurnya serta hindari kesalahpahaman.<br />3) Potensial Kekurangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan intake yang kurang diserta muntah.<br />Data Indikasi ; keluhan Muntah, Jarang minum.<br />Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan dan elektrolit.<br />Intervensi :<br /> Kaji tanda – tanda kekurangan cairan<br /> Monitor Intake dan out put<br /> Berikan therapi cairan secara intavena.<br /> Atur jadwal pemberian cairan dan tetesan infus.<br /> Monitor tanda – tanda vital.<br />2.2 Post – Operatif.<br />1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri sehubungan dengan tekanan pada kulit yang dilakukan shunt.<br />Data Indikasi ; adanya keluhan nyeri, Ekspresi non verbal adanya nyeri.<br />Tujuan : Rasa Nyaman Klien akan terpenuhi, Nyeri berkurang<br />Intervensi :<br /> Beri kapas secukupnya dibawa telinga yang dibalut.<br /> Aspirasi shunt (Posisi semi fowler), bila harus memompa shunt, maka pemompaan dilakukan perlahan – lahan dengan interval yang telah ditentukan.<br /> Kolaborasi dengan tim medis bila ada kesulitan dalam pemompaan shunt.<br /> Berikan posisi yang nyama. Hindari posisi p[ada tempat dilakukan shunt.<br /> Observasi tingkat kesadaran dengan memperhatikan perubahan muka (Pucat, dingin, berkeringat)<br /> Kaji orisinil nyeri : Lokasi dan radiasinya<br />2) Resiko tinggi terjadinya gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan intake yang tidak adekuat.<br />Data Indikasi ; Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan.<br />Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisil.<br />Intervensi :<br /> Berikan makanan lunak tinggi kalori tinggi protein.<br /> Berikan klien makan dengan posisi semi fowler dan berikan waktu yang cukup untuk menelan.<br /> Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan terhindar dari bau – bauan yang tidak enak.<br /> Monitor therapi secara intravena.<br /> Timbang berta badan bila mungkin.<br /> Jagalah kebersihan mulut ( Oral hygiene)<br /> Berikan makanan ringan diantara waktu makan<br />3) Resiko tinggi terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltrasi bakteri melalui shunt.<br />Tujuan : Tidak terjadi infeksi / Klien bebas dari infeksi.<br />Intervensi :<br /> Monitor terhadap tanda – tanda infeksi.<br /> Pertahankan tekhnik kesterilan dalam prosedur perawatan<br /> Cegah terhadap terjadi gangguan suhu tubuh.<br /> Pertahanakan prinsiup aseptik pada drainase dan ekspirasi shunt.<br />4) Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit dan kontraktur sehubungan dengan imobilisasi.<br />Tujuan ; Pasien bebas dari kerusakan integritas kulit dan kontraktur.<br />Intervensi :<br /> Mobilisasi klien (Miki dan Mika) setiap 2 jam.<br /> Obsevasi terhadap tanda – tanda kerusakan integritas kulit dan kontrkatur.<br /> Jagalah kebersihan dan kerapihan tempat tidur.<br /> Berikan latihan secara pasif dan perlahan – lahan.SAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-68008115269213730822009-01-06T09:35:00.001-08:002009-01-06T09:35:38.339-08:00ASKEP PADA KLIEN DENGAN THYPOID1. Pengertian<br /><br />Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).<br /><br />Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).<br /><br />Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).<br /><br />Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).<br /><br />Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).<br /><br />Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.<br />2. Etiologi <br /><br />Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.<br /><br />3. Patofisiologi<br /><br />Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.<br /><br />Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.<br /><br />Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.<br /><br />4. Manifestasi Klinik <br /><br />Masa tunas typhoid 10 – 14 hari<br /><br />a. Minggu I<br /><br />pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.<br /><br />b. Minggu II<br /><br />pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.<br /><br />5. Komplikasi<br /><br />a. Komplikasi intestinal<br /><br />1) Perdarahan usus<br /><br />2) Perporasi usus<br /><br />3) Ilius paralitik<br /><br />b. Komplikasi extra intestinal<br /><br />1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis. <br /><br />2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.<br /><br />3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.<br /><br />4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.<br /><br />5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.<br /><br />6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.<br /><br />7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.<br />6. Penatalaksanaan<br />a. Perawatan.<br /><br />1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.<br /><br />2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.<br />b. Diet.<br /><br />1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.<br /><br />2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.<br /><br />3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.<br /><br />4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.<br />c. Obat-obatan. <br /><br />1) Klorampenikol<br /><br />2) Tiampenikol<br /><br />3) Kotrimoxazol<br /><br />4) Amoxilin dan ampicillin<br />7. Pencegahan<br /><br />Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas<br /><br />8. Pemeriksaan penunjang <br /><br />Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :<br /><br />a. Pemeriksaan leukosit<br /><br />Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.<br /><br />b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT<br /><br />SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.<br /><br />c. Biakan darah<br /><br />Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :<br /><br />1) Teknik pemeriksaan Laboratorium<br /><br />Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.<br /><br />2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.<br /><br />Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.<br /><br />3) Vaksinasi di masa lampau<br /><br />Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.<br /><br />4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.<br /><br />Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.<br /><br />d. Uji Widal<br /><br />Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :<br /><br />1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).<br /><br />2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).<br /><br />3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)<br /><br />Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.<br /><br />Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :<br /><br />a. Faktor yang berhubungan dengan klien :<br /><br />1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.<br /><br />2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.<br /><br />3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.<br /><br />4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.<br /><br />5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.<br /><br />6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.<br /><br />7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.<br /><br />8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.<br /><br />b. Faktor-faktor Teknis<br /><br />1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.<br /><br />2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.<br /><br />3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain. <br /><br /><br />9. Tumbuh kembang pada anak usia 6 – 12 tahun <br /><br />Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya.<br /><br />Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.<br />a. Motorik kasar<br /><br />1) Loncat tali<br /><br />2) Badminton<br /><br />3) Memukul<br /><br />4) motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan keleluasaan.<br />b. Motorik halus<br /><br />1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan<br /><br />2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.<br />c. Kognitif<br /><br />1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi<br /><br />2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah<br /><br />3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal<br /><br />4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang<br />d. Bahasa<br /><br />1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak<br /><br />2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan<br /><br />3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal<br /><br />4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan <br />10. Dampak hospitalisasi<br /><br />Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.<br /><br />Penyebab anak stress meliputi ;<br /><br />a. Psikososial<br /><br />Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran <br /><br />b. Fisiologis<br /><br />Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri<br /><br />c. Lingkungan asing<br /><br />Kebiasaan sehari-hari berubah<br /><br />d. Pemberian obat kimia<br /><br />Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)<br /><br />a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya<br /><br />b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri<br /><br />c. Selalu ingin tahu alasan tindakan<br /><br />d. Berusaha independen dan produktif<br /><br />Reaksi orang tua<br /><br />a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak<br /><br />b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit<br />B. ASUHAN KEPERAWATAN<br /><br />1. Pengkajian<br /><br />Faktor Presipitasi dan Predisposisi<br /><br />Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan.<br />2. Diagnosa Keperawatan<br /><br />Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :<br /><br />a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.<br /><br />b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.<br /><br />c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.<br /><br />d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik.<br /><br />e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.<br /><br />3. Perencanaan<br /><br />Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :<br />Diagnosa. 1 <br /><br />Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.<br /><br />Tujuan<br /><br />Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi<br /><br />Kriteria hasil <br /><br />Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada<br /><br />Intervensi <br /><br />Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.<br />Diagnosa. 2 <br /><br />Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat<br /><br /><br />Tujuan <br /><br />Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi<br /><br />Kriteria hasil <br /><br />Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.<br /><br />Intervensi <br /><br />Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).<br />Diagnosa 3 <br /><br />Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi<br /><br />Tujuan<br /><br />Hipertermi teratasi<br /><br />Kriteria hasil <br /><br />Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.<br /><br />Intervensi <br /><br />Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.<br />Diagnosa 4 <br /><br />Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik<br /><br />Tujuan<br /><br />Kebutuhan sehari-hari terpenuhi<br /><br />Kriteria hasil <br /><br />Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot. <br /><br />Intervensi <br /><br />Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.<br />Diagnosa 5 <br /><br />Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive<br /><br />Tujuan<br /><br />Infeksi tidak terjadi<br /><br />Kriteria hasil <br /><br />Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris.<br /><br />Intervensi <br /><br />Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.<br />Diagnosa 6 <br /><br />Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat<br /><br />Tujuan<br /><br />Pengetahuan keluarga meningkat<br /><br />Kriteria hasil <br /><br />Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan.<br /><br />Intervensinya <br /><br />Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien <br /><br />4. Evaluasi<br /><br />Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.<br /><br /><br /><br /><br />APBI:2004SAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-30326847048619074152009-01-06T09:33:00.001-08:002009-01-06T09:33:58.239-08:00ASKEP PADA KLIEN DENGAN GEPENGERTIAN.<br />Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).<br />Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).<br />Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).<br />Gastroenteritis adalah kondisis dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).<br />Dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Gstroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekwensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.<br /><br />PATOFISIOLOGI.<br />Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut.<br />Penularan Gastroenteritis bias melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.<br />Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah. <br />GEJALA KLINIS.<br />a.Diare.<br />b.Muntah.<br />c.Demam.<br />d.Nyeri Abdomen<br />e.Membran mukosa mulut dan bibir kering<br />f.Fontanel Cekung<br />g.Kehilangan berat badan<br />h.Tidak nafsu makan<br />i.Lemah<br /><br />KOMPLIKASI<br />a.Dehidrasi<br />b.Renjatan hipovolemik<br />c.Kejang<br />d.Bakterimia<br />e.Mal nutrisi<br />f.Hipoglikemia<br />g.Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.<br /><br />Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :<br />a.Dehidrasi ringan<br />Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.<br />b.Dehidrasi Sedang<br />Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.<br />c.Dehidrasi Berat<br />Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.<br /><br />PENATALAKSANAAN MEDIS<br />a.Pemberian cairan.<br />b.Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :<br />1.Memberikan asi.<br />2.Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.<br />c.Obat-obatan.<br /><br />Keterangan :<br />a. Pemberian cairan,pada klien Diare dengasn memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum.<br />1.cairan per oral.<br />Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang,cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na,Hco,Kal dan Glukosa,untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan,atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/I dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.<br />2.Cairan parenteral.<br />Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi,yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.<br />2.1.Dehidrasi ringan.<br />2.1.1. 1 jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari<br />2.1.2. Kemudian 125 ml / Kg BB / oral<br />2.2. Dehidrasi sedang.<br />2.2.1. 1 jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral<br />2.2.2. kemudian 125 ml / kg BB / hari.<br />2.3. Dehidrasi berat.<br />2.3.1. Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg <br />• 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit.<br />• 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).<br />• 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.<br />2.3.2. Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.<br /> 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ).<br /> 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.<br />2.3.3. Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.<br /> 1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).<br /> 16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.<br />2.4. Diatetik ( pemberian makanan ).<br />Terafi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada penderita dengan tujuan meringankan,menyembuhkan serta menjaga kesehatan penderita.<br />Hal – hal yang perlu diperhatikan :<br />2.4.1. Memberikan Asi.<br />2.4.2. Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori,protein,mineral dan vitamin,makanan harus bersih.<br />2.5. Obat-obatan.<br />2.5.1. Obat anti sekresi.<br />2.5.2. Obat anti spasmolitik.<br />2.5.3. Obat antibiotik.<br /><br />PEMERIKSAAN PENUNJANG<br />1. Pemeriksaan laboratorium.<br />1.1. Pemeriksaan tinja.<br />1.2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,bila memungkinkan.<br />1.3. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.<br />2. pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.<br /><br />TUMBUH KEMBANG ANAK<br />Berdasarkan pengertian yang didapat,penulis menguraikan tentang pengertian dari pertumbuhan adalah berkaitan dengan masa pertumbuhan dalam besar, jumlah, ukuran atau dengan dimensi tentang sel organ individu, sedangkan perkembangan adalah menitik beratkan pada aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ individu termasuk perubahan aspek dan emosional.<br />Anak adalah merupakan makhluk yang unik dan utuh, bukan merupakan orang dewasa kecil, atau kekayaan orang tua yang nilainya dapat dihitung secara ekonomi.<br />Tujuan keperawatan anak adalah meningkatkan maturasi yang sehat bagi anak, baik secara fisik, intelektual dan emosional secara sosial dan konteks keluarga dan masyarakat.<br />Tumbuh kembang pada bayi usia 6 bulan. <br />d. Motorik halus.<br />1. Mulai belajar meraih benda-benda yang ada didalam jangkauan ataupun diluar.<br />2. Menangkap objek atau benda-benda dan menjatuhkannya <br />3. Memasukkan benda kedalam mulutnya.<br />4. Memegang kaki dan mendorong ke arah mulutnya.<br />5. Mencengkram dengan seluruh telapak tangan.<br />e. Motorik kasar.<br />1. Mengangkat kepala dan dada sambil bertopang tangan.<br />2. Dapat tengkurap dan berbalik sendiri.<br />3. Dapat merangkak mendekati benda atau seseorang.<br />f. Kognitif.<br />1. Berusaha memperluas lapangan.<br />2. Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain.<br />3. Mulai mencari benda-benda yang hilang.<br />g. Bahasa.<br />Mengeluarkan suara ma, pa, ba walaupun kita berasumsi ia sudah dapat memanggil kita, tetapi sebenarnya ia sama sekali belum mengerti.<br /><br />DAMPAK HOSPITALISASI TERHADAP ANAK.<br />a. Separation ansiety<br />b. Tergantung pada orang tua<br />c. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti<br />d. Tahap putus asa : berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main, <br />menarik diri, sedih, kesepian dan apatis<br />e. Tahap menolak : Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima hubungan <br />dengan orang lain dan menyukai lingkungan<br /><br />PENGKAJIAN.<br />Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi,psikal assessment. Kaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah :<br />1. Identitas klien.<br />2. Riwayat keperawatan.<br />2.1. Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.<br />2.2. Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung,tonus dan turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.<br />3. Riwayat kesehatan masa lalu.<br />Riwayat penyakit yang diderita,riwayat pemberian imunisasi.<br />4. Riwayat psikososial keluarga.<br />Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak,setelah menyadari penyakit anaknya,mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.<br />5. Kebutuhan dasar.<br />5.1. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK sedikit atau jarang.<br />5.2. Pola nutrisi : diawali dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan berat badan pasien.<br />5.3. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.<br />5.4. Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.<br />5.5. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.<br />6. Pemerikasaan fisik.<br />6.1. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah,kesadran composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.<br />6.2. Pemeriksaan sistematik :<br />6.2.1. Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir kering,berat badan menurun,anus kemerahan.<br />6.2.2. Perkusi : adanya distensi abdomen.<br />6.2.3. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis<br />6.2.4. Auskultasi : terdengarnya bising usus.<br />6.3. Pemeriksaan tinglkat tumbuh kembang.<br />Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.<br />6.4. Pemeriksaan penunjang.<br />Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.<br />DIAGNOSA KEPERWATAN.<br />1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.<br />2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.<br />3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan.<br />4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.<br />5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.<br />6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan. <br /><br />INTERVENSI<br />Diagnosa 1. <br />Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.<br />Tujuan .<br />Devisit cairan dan elektrolit teratasi<br />Kriteria hasil<br />Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang<br />Intervensi<br />Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur infut dan output cairan (balanc ccairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.<br /><br />Diagnosa 2. <br />Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.<br />Tujuan <br />Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi<br />Kriteria hasil<br />Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual,muntah tidak ada.<br />Intervensi<br />Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji factor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemerikasaan fisik abdomen (palpasi,perkusi,dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien. <br /><br />Diagnosa 3. <br />Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,frekwensi BAB yang berlebihan.<br />Tujuan :<br />Gangguan integritas kulit teratasi<br />Kriteria hasil :<br />Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada<br />Intervensi :<br />Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong perlahan sabun non alcohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi antipungi sesuai indikasi.<br /><br />Diagnosa 4. <br />Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.<br />Tujuan :<br />Nyeri dapat teratasi<br />Kriteria hasil :<br />Nyeri dapat berkurang / hiilang, ekspresi wajah tenang <br />Intervensi :<br />Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdoment. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi analgetik sesuai indikasi.<br /><br />Diagnosa 5. <br />Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,prognosis dan pengobatan.<br />Tujuan <br />Pengetahuan keluarga meningkat<br />Kriteria hasil :<br />Keluarga klien mengeri dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.<br />Intervensi :<br />Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui penkes. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.<br /><br />Diagnosa 6. <br />Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,prosedur yang menakutkan.<br />Tujuan :<br />Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan<br />Intervensi :<br />Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga unrtuk selalu mendampingi klien.<br /><br />EVALUASI.<br />1.Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.<br />2.Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhantubuh.<br />3.Integritas kulit kembali noprmal.<br />4.Rasa nyaman terpenuhi.<br />5.Pengetahuan kelurga meningkat.<br />6.Cemas pada klien teratasi.SAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-34236418580683113932009-01-06T09:30:00.001-08:002009-01-06T09:30:52.184-08:00DHF1.Pengertian<br /><br />DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).<br /><br />2.Etiologi<br /><br />Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 – 1954.<br />Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar.<br /><br />3.Patofisiologi<br /><br />Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.<br />Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).<br />Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).<br />Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.<br />Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.<br />Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.<br />Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.<br />Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.<br /><br />4.Gambaran Klinis<br /><br />Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.<br />Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.<br />Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh.<br />Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.<br />Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.<br /><br />5.Diagnosis<br /><br />Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :<br />a. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.<br />b. Manifestasi perdarahan :<br />1)Uji tourniquet positif<br />2)Petekia, purpura, ekimosis<br />3)Epistaksis, perdarahan gusi<br />4)Hematemesis, melena.<br />c. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.<br />d. Dengan atau tanpa renjatan.<br />Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.<br />e. Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi<br /><br />6.Klasifikasi<br /><br />DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986) :<br />a.Derajat I<br />Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet , trombositopenia dan hemokonsentrasi.<br />b.Derajat II<br />Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.<br />c.Derajat III<br />Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).<br />d.Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.<br /><br />7.Pemeriksaan Diagnostik<br /><br />Laboratorium<br />Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nila hematokrit pada masa konvalesen.<br />Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.<br />Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.<br /><br />8.Diagnosa Banding<br /><br />Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :<br />a.Demam chiku nguya.<br />Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.<br />b.Demam tyfoid<br />Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia, limfositosis relatif.<br />c.Anemia aplastik<br />Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.<br />d.Purpura trombositopenia idiopati (ITP)<br />Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi hemokonsentrasi.<br /><br />9.Penatalaksanaan<br /><br />Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :<br />a.Tirah baring atau istirahat baring.<br />b.Diet makan lunak.<br />c.Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.<br />d.Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.<br />e.Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.<br />f.Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.<br />g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.<br />h.Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.<br />i.Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.<br />j.Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.<br />k.Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.<br />Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.<br />Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.<br />Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.<br />Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :<br />a.Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.<br />b.Hematokrit yang cenderung mengikat.<br /><br />10.Pencegahan<br /><br />Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :<br />a.Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.<br />b.Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.<br />c.Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.<br />d.Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.<br />Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :<br />a.Menggunakan insektisida.<br />Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.<br />b.Tanpa insektisida<br />Caranya adalah :<br />1)Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).<br />2)Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.<br />3)Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.<br /><br />Konsep Dasar Asuhan Keperawatan<br /><br />Dalam asuhan keperawatan digunakan pendekatan proses keperawatan sebagai cara untuk mengatasi masalah klien.<br />Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu : pengkajian keperawatan, identifikasi, analisa masalah (diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi).<br />1.Pengkajian Keperawatan<br />Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.<br />a.Data subyektif<br />Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :<br />1.)Lemah.<br />2.)Panas atau demam.<br />3.)Sakit kepala.<br />4.)Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.<br />5.)Nyeri ulu hati.<br />6.)Nyeri pada otot dan sendi.<br />7.)Pegal-pegal pada seluruh tubuh.<br />8.)Konstipasi (sembelit).<br />b.Data obyektif :<br />Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :<br />1)Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.<br />2)Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.<br />3)Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.<br />4)Hiperemia pada tenggorokan.<br />5)Nyeri tekan pada epigastrik.<br />6)Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.<br />7)Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.<br />Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :<br />1)Ig G dengue positif.<br />2)Trombositopenia.<br />3)Hemoglobin meningkat > 20 %.<br />4)Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).<br />5)Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.<br />Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil<br />1)SGOT/SGPT mungkin meningkat.<br />2)Ureum dan pH darah mungkin meningkat.<br />3)Waktu perdarahan memanjang.<br />4)Asidosis metabolik.<br />5)Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.<br />2.Diagnosa Keperawatan<br />Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF menurut Christiante Effendy, 1995 yaitu :<br />a.Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).<br />b.Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.<br />c.Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.<br />d.Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.<br />e.Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.<br />f.Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.<br />g.Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus).<br />h.Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.<br />i.Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.<br />3.Perencanaan Keperawatan<br />a.Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).<br />Tujuan :<br />Suhu tubuh normal (36 – 370C).<br />Pasien bebas dari demam.<br />Intervensi :<br />5)Kaji saat timbulnya demam.<br />Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.<br /><br />6)Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam.<br />Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.<br />7)Anjurkan pasien untuk banyak minum 2,5 liter/24 jam.<br />Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.<br />8)Berikan kompres hangat.<br />Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.<br />9)Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.<br />Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.<br />10)Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.<br />Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.<br />b.Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.<br />Tujuan :<br />Rasa nyaman pasien terpenuhi.<br />Nyeri berkurang atau hilang.<br />Intervensi :<br />1)Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien<br />Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.<br />2)Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.<br />Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri<br />3)Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.<br />Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.<br />4)Berikan obat-obat analgetik<br />Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.<br />c.Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.<br />Tujuan :<br />Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan /dibutuhkan.<br />Intervensi :<br />1)Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.<br />Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.<br />2)Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.<br />Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.<br />3)Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.<br />Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan .<br />4)Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.<br />Rasional : Untuk menghindari mual.<br />5)Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.<br />Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.<br />6)Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.<br />Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.<br />7)Ukur berat badan pasien setiap minggu.<br />Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien<br />d.Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.<br />Tujuan :<br />Volume cairan terpenuhi.<br />Intervensi :<br />1)Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital.<br />Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.<br />2)Observasi tanda-tanda syock.<br />Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok.<br />3)Berikan cairan intravena sesuai program dokter<br />Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.<br />4)Anjurkan pasien untuk banyak minum.<br />Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.<br />5)Catat intake dan output.<br />Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.<br />e.Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.<br />Tujuan :<br />Pasien mampu mandiri setelah bebas demam.<br />Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi<br />Intervensi :<br />1)Kaji keluhan pasien.<br />Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.<br />2)Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien.<br />Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.<br />3)Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien.<br />Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat.<br />4)Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh pasien.<br />Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain.<br />f.Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh<br />Tujuan :<br />Tidak terjadi syok hipovolemik.<br />Tanda-tanda vital dalam batas normal.<br />Keadaan umum baik.<br />Intervensi :<br />1)Monitor keadaan umum pasien<br />Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.<br />2)Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.<br />Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.<br />3)Monitor tanda perdarahan.<br />Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.<br />4)Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit<br />Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.<br />5)Berikan transfusi sesuai program dokter.<br />Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.<br />6)Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.<br />Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.<br />g.Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus).<br />Tujuan : - Tidak terjadi infeksi pada pasien.<br />Intervensi :<br />1)Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus.<br />Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi.<br />2)Observasi tanda-tanda vital.<br />Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.<br />3)Observasi daerah pemasangan infus.<br />Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.<br />4)Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis.<br />Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.<br />h.Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.<br />Tujuan :<br />Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.<br />Jumlah trombosit meningkat.<br />Intervensi :<br />1)Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis.<br />Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.<br />2)Anjurkan pasien untuk banyak istirahat<br />Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.<br />3)Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut.<br />Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.<br />4)Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya.<br />Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.<br />i.Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.<br />Tujuan : - Kecemasan berkurang.<br />Intervensi :<br />1)Kaji rasa cemas yang dialami pasien.<br />Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.<br />2)Jalin hubungan saling percaya dengan pasien.<br />Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.<br />3)Tunjukkan sifat empati<br />Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.<br />4)Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya<br />Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.<br />5)Gunakan komunikasi terapeutik<br />Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif.<br /><br />4.Implementasi<br /><br />Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien anak dengan DHF disesuaikan dengan intervensi yang telah direncanakan.<br /><br />5.Evaluasi Keperawatan.<br /><br />Hasil asuhan keperawatan pada klien anak dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien.<br />Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :<br />a.Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam.<br />b.Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.<br />c.Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.<br />d.Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.<br />e.Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.<br />f.Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal.<br />g.Infeksi tidak terjadi.<br />h.Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.<br />i.Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya.<br /><br />Sumber:<br />1.Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.<br />2.Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.<br />3.Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.<br />4.Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC ; Jakarta.SAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-14528549576414604152009-01-06T08:41:00.000-08:002009-01-06T08:42:26.170-08:00STROKEPengertian<br />Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi pada pembuluh darah ( price dan Wilson).<br />Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan berhentinya suplai darah kebagian otak ( bruner dan suddarth,2000 : 2123).<br />Stroke adalah gangguan yang mempengaruhi aliran darah keotak dan mengakibatkan deficit neurologik (lewis,etc,2000 : 1645).<br />Stroke non hemorogik adalah bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit) tapi kurang dari 24 jam. (Arief Inansjoer, 2000 : 17).<br />Stroke non hemorogik adalah penyakit atau kelainan dan penyakit pembuluh darah otak, yang mendasari terjadinya stoke misalnya arteriosclerosis otak, aneurisma, angioma pembuluh darah otak. (dr. Harsono, 1996 : 25).<br />Stroke non hemorogik adalah penyakit yang mendominasi kelompok usia menengah dan dewasa tua yang kebanyakan berkaitan erat dengan kejadian arterosklerosis (trombosis) dan penyakit jantung (emboli) yang dicetus oleh adanya faktor predisposisi hipertensi (Satyanegara, 1998 : 179)<br /><br />Anatomi fisiologi “system persarafan”<br />System saraf<br />Sel saraf ( neuron)<br />tipe<br />struktur<br />· neuron aferen ( sensorik)<br />· neuron eferen ( motorik)<br />· nerom asosiasi ( interneuron atau internucial)<br />· neuron multipolar<br />· neuron unipolar<br />· neuron bipolar<br /><br />Sel penyokong ( neuroglia dan sel schwann )<br />· astroglia ( astrocyte )<br />· oligodendroglia ( oligodendrocyte )<br />· mikroglia<br />· ependima<br />Korteks Cerebri<br />fungsi :<br />persepsi sensori<br />mengontrol pergerakan volunteer<br />bahasa<br />personality trait<br />fungsi mental meningkat : berfikir, memori, mengambil keputusan, kreatifitas dan kesadaran diri<br /><br />Korteks cerebri mempunyai banyak lipatan ( giri atau girus-tunggal) dan celah-celah atau lekukan (sulki atau sulkus – tunggal) è membagi setiap hemisfer menjadi :<br />· sulkus sentralis (fisura Rolando) è lobus frontalis dan lobus parietalis<br />· sulkus lateralis ( fisura sylvius) è lobus frontalis dan lobus parietalis dan lobus temporalis<br />· sulkus parieto-oksipitalis è lobus oksipitalis dan lobus parietalis<br /><br />Proteksi, Penyokong dan Sumber nutrisi otak<br />- kira-kira 90% sel dalam SSP : neuroglia atau sel glia mengisi ½ volume otak ; SST : sel schwann<br />- 4 tipe neuroglia dalam SSP<br />1. Astroglia<br />Fungsi :<br />· sebagai “glue” menjaga neuron dalam jarak tertentu<br />· berperan dalam pembentukan sawar darah otak<br />· pembentukan scar neural è memperbaiki nutrisi otak<br />· berperan dalam aktivitas neurotransmitter : dengan mengambil glutamate ( eksitatori ) dan GABA (inhibitor) ketempat aksinya<br />· mempertahankan konsentrasi ion cairan ekstrasel dengan mengambil K+ >> dan menormalkan eksitabilitas neural<br />· meningkatkan pembentukan sinaps dan menguatkan transmisi sinaptik melalui sinyal kimia dengan neuron<br />· berperan dalam perkembangan otak fetal<br />2. Oligodendroglia ( oligodendrocyte )<br />Fungsi :<br />Bertujuan dalam pembentukan selubung myelin pada SSP setiap oligodendroglia mengelilingi beberapa neuron dan membran plasma membungkus tonjolan neuron è myelin-myelin pada SST dibentuk oleh sel schwann.<br />3. Mikroglia<br />Fungsi :<br />berperan sebagai fagosit ( mencerna sisa-sisa jaringan yang rusak ) è melawqan infeksi<br />4. Ependima<br />Fungsi :<br />berperan dalam produksi cairan otak ( CSF ) neuroglia yang membatasi system ventrikel otak atau SSP, merupakan sel epitel dari pleksus koroideus.<br /><br />Nucleus basalis<br />Fungsi :<br />· menghambat tonus otot<br />· koordinasi pergerakan lambat dan dipertahankan<br />· supresi pola pergerakan yang tidak digunakan<br /><br /><br />Thalamus<br />Fungsi :<br />· ‘relay station’ untuk semua input sinaptik<br />· Sensasi kesadaran umum atau tidak kritis<br />· Integrasi ekspresi motorik atau control motorik oleh karena hubungan fungsinya terhadap pusat motorik utama dalam korteks motorik cerebri, serebrum dan ganglia basalis<br />Hypothalamus – bawah thalamus<br />Fungsi :<br />· Pengaturan rangsangan dari SSO perifer yang menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi<br />· Pengaturan hormone-hormon<br />· Pengaturan cairan tubuh dan komposisi elektrolit ( rasa haus, urine output_, intake makanan, suhu tubuh<br />Serebelum<br />Terletak dalam fossa cranii posterior, ditutupi duramater seperti atap tenda : tentorium ( memisahkan dari posterior serebrum)<br />Fungsi :<br />· Pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot<br />· Mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh<br />Serebrum<br />· Terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik, mengatur proses penalaran, ingatan dan intelegensi<br />· Dibagi : hemisfer kiri dan hemisfer kanan è fisura longitudinal mayor è korpus kalosum<br />· Bagian luar hemisfer serebri terhadap substansia grisea ( korteks serebri ), atas substansia alba merupakan bagian dalam inti hemisfer : pusat medulla, dalam substansia alba : ganglia basal<br /><br />Faktor resiko<br />-Hipertensi<br />-Hiperkolesterol atau hiperlipidemia<br />-Merokok<br />-Obesitas<br />-Diabetes mellitus<br />-Penggunaan obat-obatan napza dan alcohol<br />Tipe stroke<br />I. Stroke Iskemik<br />· stroke trombolitik :<br />- serangan iskemik transient (TIA)<br />- stroke in evolution (RIND)<br />- stroke sempurna<br />· stroke emboli<br />II. Stroke Hemoragic<br />perdarahan intra cerebral (PIS atau ICH) ; SAB<br /><br />Etiologi<br />trombosis ( bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher)<br />embolisme serebral ( bekuan darah atau material lain yang dibawa keotak dari bagian tubuh lain )<br />iskemia ( penurunan aliran darah kearea otak)<br />hemoragi serebral ( pecahnya pembuluh darah cerebral dengan perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak)<br /><br />Manifestasi Klinis<br />Arteri vertebro-basilaris<br />- monoparese, quariparese<br />- ataksia, reflek babinski (+)<br />- disartia, disfagia<br />- sinkop, vertigo, pusing<br />- gangguan memori<br />- penurunan tingkat kesadaran : sopor-koma<br />- gangguan penglihatan : diplopia, nistagmus, homonimus hemianopsia, ptosis<br />- muka baal ( penurunan sensori )<br />- refleks tendon meningkat<br />Arteri karotis interna<br />- Amaurosis fugaks, aphasia ekspresif<br />- Penurunan sensorik dan motorik kontralateral<br />· Arteri cerebral anterior<br />- Kelemahan kontralateral tungkai > lengan<br />- Gangguan sensori kontralateral<br />- amnesia<br />· Arteri cerebral posterior<br />- koma<br />- hemiparese kontralateral<br />- aleksia<br />- kelumpuhan N III<br />- koreatetosis, ataksia<br />- kehilangan sensasi dalam, penurunan sensasi sentuhan<br />· Arteri cerebral media<br />- monoparese atau hemiparee kontralateral ( lengan > tungkai )<br />- kadang-kadang hemianopsia kontralateral<br />- aphasia global, anosmia, alexia, agraphia<br />- disphagia<br /><br /><br />Komplikasi<br />· oedema atak<br />· pneumonia<br />· hidrosefalus<br /><br />Patoflowdiagram<br /><br />aterosklerosis IHD,AMI,RHD HT,abnormalias vaskuler<br />DM atrial fibrilasi (AVM, aneurisma) trombus<br />emboli perdarahan (berupa plak ateroma,<br />bekuan darah,udara)<br /><br /><br />penurunan tekanan perfusi vaskularisasi distas<br /><br /><br />iskemik pelebaran kolateral<br /><br /><br />anoksia gas aktivitas elektrik<br /><br />metabolisme anaeorb pompa na 2+,k+ gagal<br /><br />asidosis local na + air masuk ke sel keluar sel<br /><br />pompa na 2+,k+ gagal edema intrasel hiperkalemia<br /><br />edema + nekrosis edema ekstra sel<br />jaringan<br /><br />perfusi jaringan cerebral menurun<br /><br />sel mati secara progresif<br /><br />defect fungsi otak<br /><br /><br />fungsi motorik fungsi bicara fungsi menelan<br /><br />paralisis aphasia disphagia<br /><br />Pemeriksaan Diagnostik<br />a. Angiografi Serebral<br />Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik, seperti perdarahan atau adanya obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau rupture.<br />b. Scan CT<br />Memperlihatkan adanya edema, hematoma, skemia dan adanya infark.<br />c. Fungsi Lumbal<br />Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemorogik subaraknoid atau perdarahan intracranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.<br />d. MRI<br />Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemorogik, Malformasi Arteriovena (MAV)<br />e. Ultrasonografi Doppler<br />Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis (cairan darah/muncul plak) arteriosklerotik).<br />f. EEG<br />Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.<br />g. Sinar X Tengkorak<br />Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal yang berlawanan dari masa yang luas. Klasifikasi internal terdapat pada trombosis selebral.<br /><br />Penatalaksanaan<br />Non farmakologik<br />· tirah baring<br />· posisi head up ( stroke hemoragic)<br />· posisi supinhe (stroke infark)<br />· nutrisi : oral, enteral, perenteral<br />· personal hygiena<br />· pemeliharaan kepatenan jalan napas : suctioning dan pemasngan mayo tube<br />Farmakologik<br />· aspirin<br />· glucose<br />· manitol<br />· obat seperti serenace ativan<br /><br /><br />Asuhan Keperawatan<br /><br />1. Pengkajian<br />Proses perawatan adalah suatu metode yang sistematis dalam memberikan asuhan keperawatan secara individual yang fokusnya adalah respon manusia yang unik baik secara perorangan maupun kelompok orang yang mempunyai masalah kesehatan aktual, resiko dan potensial. Oleh karena itu pengkajian yang cermat dan teliti meliputi aspek bio-psikososio dan spiritual akan dapat menentukan permsalahan pasien yang lebih akurat.<br />Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien dengan stroke non hemorogik dapat dilakukan dengan mnggunakan teori sesuai dengan metode pendekatan proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implemetasi dan evaluasi.<br /><br />Adapun data yang perlu dikumpulkan adalah sebagai berikut :<br />A. Pengkajian Awal<br />Meliputi nama pasien, jenis kelamin, umur, agama, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat rumah serta tanggal masuk rumah sakit.<br /><br />B. Pengkajian Data Dasar<br />1) Riwayat kesehatan dahulu<br />a) Biasanya pernah menderita hipertensi, penyakit jantung dan diabetes mellitus.<br />b) Biasanya pasien mengalami stress.<br />c) Kadang kala pernah mengalami stroke.<br />2) Riwayat kesehatan Sekarang<br />a) Pada umumnya kejadian secara mendadak dan adanya perubahan tingkat kesadaran yang disertai dengan kelumpuhan.<br /><br />b) Diawali dengan gangguan keluhan penglihatan seperti penglihatan kabur, kembar, dapat juga nyeri kepala, kadang kala seperti berputar, lupa ingatan sementara dan kaku leher.<br />c) Biasanya pasien mengeluh adanya perubahan mental emosi yang labil, mudah marah, dapat juga disorientasi maupun menarik diri.<br />d) Dapat juga keluhan pasien setelah kejang mulutnya, mencong disertai gangguan berbicara, kesemutan dan tangan terasa lemah atau tidak dapat diangkat sendiri.<br />3) Riwayat kesehatan keluarga<br />a) Biasanya adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, kelainan jantung dan diabetes mellitus.<br />b) Sering juga terdapat riwayat keluarga yang menderita kelainan pembuluh darah seperti artera vehol malformasi, asma bronchial dan penyakit paru aobtruksi menahun (PPOM).<br /><br /><br />C. Data Fisik Bilogis (Doenges, M.E, 1999 : 290)<br />1) Aktivitas/istirahat<br />Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis (hemiplegia).<br />Tanda : Gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralistik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum.<br />Gangguan penglihatan.<br />Gangguan tingkat kesadaran.<br /><br />2) Sirkulasi<br />Gejala : Adanya penyakit jantung (MCl, rematik/penyakit jantung vaskuler, GJK, endokarditis bakterial) polisitemia, riwayat hipotensi postural.<br />Tanda : hipertensi arterial (dapat diotemukan/terjadi pada CVA) sehubungan dengan adanya embolisme/malformasi vaskuler.<br />Nadi : Frekuensi jantung bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung/kondisi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomator).<br />Distrima, perubahan EKG<br />Desiran pada karotis, temoralis dan arteri iliaka/aorta yang abnormal.<br /><br />3) Integritas Ego<br />Gejala : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.<br />Tanda : Emosi yang stabil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira.<br />Kesuluitan untuk mengekspresikan diri.<br /><br />4) Eliminasi<br />Gejala : Perubahan pola brkemih, seperti inkontinensia urine, anuria, distensi abdomen (distensi, kandung kemih berlebihan), bising<br /><br />D. Data Psikologis<br />1) Dampak dari masalah fisik terhadap psikologi pasien (emosi, perasaan, konsep diri, daya pikir, kreatifitas)<br /><br />Pasien biasanya mengalami hemiparesis kiri maupun hemiparesis kanan serta mengalami gangguan fisik sehingga pasien mampu memperlihatkan dampak dari masalah fisiknya terhadap psikologis seperti :<br />a) Mudah tersinggung, akibat ketidakmampuannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari.<br />b) Takut karena pasien berada dalam situasi yang mengancam dimana suatu waktu maut dapat saja menyemputnya atau pasien tidak bisa lagi berjlan.<br />c) Cemas, kecemasan yang terjadi adalah sebagian respon dari rasa takut akan terjadinya kehilangan uakan sesuatu yang bernilai bagi dirinya yaitu kehidupan atau fungsi tubuh serta pekerjaannya.<br />d) Rasa bersalah, ini timbul karena diri pasien tidak berhati-hati dan disiplin sehingga menyakitnya kambuh.<br />e) Marah dan bermusuhan, ini timbul karena perasaan jengkel karena berkurangnya kemampuan pasien dan juga berkurangnya peran pasien di dalam keluarga dan masyarakat.<br />f) Mudah lelah, adanya kecenderungan mudah capek bila membaca, bercakap-cakap dan dalam melakukan pekerjaan.<br />g) Ingatan berkurang.<br />h) Inisiatif berkurang<br /><br />E. Data Sosial Ekonomi<br />1) Dampak terhadap sosial : keluarga, masyarakat dan pekerjaan.<br />a) Stroke mungkin dirasakan sebagai masalah besar bagi keluarga, karena keadaan yang mengancam pasien merupakan ancaman bagi keluarga. Pasien mengalami stroke hampir seluruh kebutuhannya tergantung pada keluarga.<br />b) Data-data yang berkaitan dengan penghasilan<br />Semua data-data yang berkaitan dengan penghasilan diantaranya sumber penghasilan tetap dan sumber penghasilan tambahan.<br />c) Sumber-sumber yang mendukung<br />d) Makanan/cairan<br />Gejala : nafsu makan hilang<br />Mual, muntah selama fase akut (peningkatan TIK)<br />Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia.<br />Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.<br />Tanda : kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal), obesitas (faktor resiko).<br />e) Neurosensori<br />Gejala : Sinkope/pusing (sebelum serangan CSV/selama TIA).<br />Sakit kepala akan berat dengan adanya perdarahan intraserebral atau subarakhnoid.<br />Kelemahan/kesemutan/kebas (biasanya terjadi selama serangan TIA, yang ditemukan dalam berbagai derajat pada stroke jenis yang lain), sisi yang terkena terlihat seperti mati/lumpuh.<br />Penglihatan menurun, seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian (kebutaan monokuler), penglihatan ganda, (diplopia) atau gangguan yang lain<br />Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.<br />Tanda : Status mental tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragis, dan biasanya akan tetap sadar jika penyebabnya adalah trombosis yang bersifat alamai, gangguan tingkah laku (seperti letargi apatis menyerang), gangguan fungsi kognitif (seperti penurunan memory, pemecahan masalah). Ekstremitas : kelemahan/paralysis (kontra lateral pada semua jenis stroke) gangguan tidak sama, refleks respon melemah secara kontra laterl, pada wajah terjadi paralysis atau parese (ipsilateral). Afasia moyorik (kesulitan untuk mengungkapkan kata), afasia sensorik (kesulitan untuk memahami kata-kata secara bermakna) atau afasia global (gabungan dari kedua hal di atas.) kehilangan kemampuan untuk mengenali masuknya rangsang visual, pendengaran, taktil (agnosia). Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien ingin menggerakkan (apraksia). Ukuran atau reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral (perdarahan/herniasi)<br />f) Nyeri/keamanan<br />Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri karotis terkena)<br />Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/fasia.<br />g) Pernapasan<br />Gejala : Meerokok (faktor resiko)<br />Tanda : Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan napas. Timbulnya pernapasan sulit dan/atau tak teratur. Suara napas terdengar/ronki (aspirasi sekresi).<br />h) Keamanan<br />Tanda : Motorik/sensorik : Masalah dengan penglihatan<br />Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan). Kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri (pada stroke kanan). Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. Tidak mampu mengenai objek, warna kata dan wajah yang pernah dikenalinya dengan baik.<br />Gangguan berespon terhadap panas dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh. Kesulitan dalam menelan, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri (mandiri).<br />Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, tidak sabar/kurang kesadaran diri (stroke kanan)<br />i) Interaksi Sosial<br />Tanda : Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.<br />j) Penyuluhan/Pembelajaran<br />Gejala : Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (faktor risiko)<br />Pemakaian kontrasepsi oral.<br />Kecanduan alkohol (faktor risiko)<br /><br />Diagnosa dan Intervensi<br /><br />1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan oklusif (oklusif).<br />Hasil yang diharapkan:<br />· Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya atau membaik, fungsi kognitif dan motorik<br />· Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda peningkatan TIK<br />· Menunjukkan tidak ada kelanutan deteriorasi atau kekambuhan deficit<br /><br />Intervensi<br />Rasional<br />1.Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar<br />Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas, dan kemajuan kerusakan SSP. Dapat menunjukkan TIA yang merupakan tanda terjadi trombosis CVS.<br />2.Pantau tanda-tanda vital seperti:<br />· Adanya hipertensi atau hipotensi. Bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.<br />· Frekuensi dan irama jantung, auskultasi adanya murmur.<br />· Catat pola dan irama pernapasan, seperti adanya periode apneu setelah pernapasan, hiperventilasi, pernapasan cheyne’s stokes.<br />· Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya.<br /><br />Variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan serebral pada daerah vasomotor otak. Hipertensi atau hipotensi postural dapat menjadi factor pencetus.<br />Perubahan terutama adanya bradikardi dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otak. Disritmia dan murmur mencerminkan adanya penyakit jantung yang telah menjadi pencetus.<br />Ketidakteraturan penapasan dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral atau peningkatan TIK dan kebutuhan untuk intervensi selanjutnya.<br />Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) dan berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik. Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis yang memperdarahinya.<br />3.Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang.<br />Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapatkan perhatian dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan.<br />4.Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika pasien sadar.<br />Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indicator dari lokasi atau derajat gangguan serebral dan mungkin mengindikasikan penurunan atau peningkatan TIK.<br />5.Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis.<br />Menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan drainase dan mungkin sirkulasi atau perfusi serebral.<br />6.Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernapasan yang memaksa (batuk terus-menerus).<br />Maneuver valsava dapat meningkatkan TIK dan emperbesar resiko terjadinya perdarahan.<br />7.Berikan O2 sesuai indikasi<br />Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat atau terbentuknya edema.<br /><br />2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek kerusakan pada hemisfer bahasa atau bicara.<br />Tujuan pasien dapat berkomunikasi verbal<br />Dengan criteria:<br />· Mampu mengkomunikasikan kebutuhan dasar<br />· Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk mengekspresikan diri dan memahami orang lain<br /><br />Intervensi<br />Rasional<br />1.Bedakan antara gangguan bahasa dan gangguan wicara.<br />Bahasa meliputi pemahaman dan transmisi ide serta perasaan bicara merupakan mekanik dan artikulasi dari ekspresi verbal.<br />2.Ajarkan pasien tekhnik memperbaiki bicara (bicara lambat dan kalimat pendek).<br />Tindakan yang disengaja dapat dilakukan untuk memperbaiki bicara dengan memperbaiki bicara, percaya diri akan meningkat dan upaya lebih keras untuk bicara akan dilakukan.<br />3.Gunakan strategi untuk memperbaiki pemahaman klien bicara dengan pelan, kata-kata yang dimengerti, gunakan sentuhan saat bicara.<br />Dengan membaiknya pemahaman pasien dapat membantu menurunkan frustasi dan meningkatkan rasa percaya intonasi suara dapat dengan tepat diinterpretasikan oleh pasien.<br />4.Anjurkan keluarga untuk berkomunikasi dengan pasien.<br />Mengurangi isolasi dan meningkatkan komunikasi yang efektif.<br />5.Kolaborasi dengan ahli terapi wicara<br />Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan dapat mengidentifikasikan kekurangan atau kebutuhan therapy.<br /><br />3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.<br />Tujuan:<br />· Gangguan integritas kulit tidak terjadi<br />· Kulit tidak kemerahan<br />· Tidak terdapat lecet<br /><br />Intervensi<br />Rasional<br />1.Kaji integritas kulit pasien.<br />Mengetahui sejauhmana perubahan integritas kulit pasien.<br />2.Berikan posisi miring kanan, miring kiri tiap 2-4 jam.<br />Menghindari terjadinya penekanan kulit yang terlalu lama, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan kulit.<br />3.Jaga kerapihan dan kebersihan tempat tidur.<br />Kerapihan dan kebersihan tempat tidur dapat meminimalkan penekanan yang berlebihan akibat kerut-kerutan alat tenun.<br />4.Berikan massage pada daerah punggung pada saat memandikan dan merubah posisi tidur pasien.<br />Massage dapat membantu sirkulasi ke daerah punggung atau bagian tubuh yang tertekan sehingga supply O2 optimal dan gangguan integritas kulit minimal.<br />5.Ikut sertakan keluarga untuk membantu memperhatikan pasien dalam kebersihan dan kesembuhan klien.<br />Keluarga dapat membantu sebagian proses perawatan.<br /><br />SUMBER :<br />Sylvia, price dan Wilson. PATOFISIOLOGI<br />bruner dan suddarth,2000 : 2123<br />lewis,etc,2000 : 1645<br />Arief Inansjoer, 2000 : 17<br />Satyanegara, 1998 : 179<br />dr. Harsono, 1996<br />Doenges, Marylin. Rencana Asuhan Keperawatan .jakarta : EGCSAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-16345235049268550802009-01-03T20:51:00.001-08:002009-01-03T20:51:49.791-08:00ASKEP Acute Miocard Infact (AMI)Acute Miocard Infact (AMI)<br /><br />Pengertian<br />AMI adalah kerusakan atau nekrosis sel jantung yang terjadi mendadak karena terhentinya aliran darah koroner yang sebagian besar disebabkan oleh thrombus yang menyumbat arteri koronaria di tempat rupture plak aterosklerosis (Pedoman Tata Laksana Miokardium Akut, 2000)<br />AMI adalah nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan arteri koroner (Pedoman Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2004)<br />Kesimpulan:<br />AMI adalah nekrosis (kematian) miokard yang terjadi akibat obstruksi arteri koronaria yang ditandai dengan nyeri hebat disertai pucat, sesak napas, mual, pusing dan berkeringat.<br /><br />Anatomi Fisiologi Jantung<br />Anatomi Jantung<br />Daerah di pertengahan dada diantara kedua paru disebut dengan mediastinum. Sebagian besar rongga mediastinum ditempati oleh jantung, yang terbungkus dalam kantung fibrosa tipis yang disebut pericardium.<br />Pericardium melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik. Ruangan antara permukaan jantung dan lapisan dalam pericardium berisi sejumlah kecil cairan, yang melumasi permukaan dan mengurangi gesekan selama kontraksi otot jantung.<br />Kamar Jantung. Sisi kanan dan kiri jantung, masing-masing tersusun atas dua kamar, atrium dan ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan kiri disebut septum. Ventrikel adalah kamar yang menyemburkan darah ke arteri. Fungsi atrium adalah menampung darah yang dating dari vena dan bertindak sebagai tempat penimbunan sementara sebelum darah dikosongkan ke ventrikel.<br />Perbedaan ketebalan dinding atrium dan ventrikel berhubungan dengan beben kerja yang dibutuhkan oleh tiap kamar. Dinding atrium lebih tipis dari dinding ventrikel karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium untuk menahan darah dan kemudian menyalurkannya ke ventrikel. Karena vantrikel kiri mempunyai beban kerja yang lebih berat diantara dua kamar bawah makatebalnya sekitar 2½lebih tebal dibanding dinding ventrikel kanan. Ventrikel kiri menyemburkan darah melawan tahanan sistemis yang tinggi, sementara ventrikel kanan melawan tekanan rendah pembuluh darah paru.<br />Katup atrioventrikularis. Katup yang memisahkan atrium dan ventrikel disebut sebagai katup atrioventrikularis. Katup trikuspidalis, dinamakan demikian karena tersusun dari 3 kuspis atau daun, memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup mitral atau bikuspidalis (dua kuspis) terletak diantara atrium kiri dan ventrikel kiri. Otot papilaris adalah bundle otot yang terletak di sisi dinding ventrikel. Korda tendinea adalah pita fibrosa yang memanjang dari otot papilaris ke tepi bawah katup. Berfungsi menarik tepi bebas katup ke dinding ventrikel. Kontraksi otot papilaris mengakibatkan korda tendinea menegang. Hal ini menjaga daun katup menutup selama sistolik, mencagah aliran balik darah.<br />Katup semilunaris. Katup antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis disebut katup pulmonalis, katup antara ventrikel kiri dan aorta disebut katup aorta.<br />Arteri koronaria adalah pembuluh darah yang menyuplai otot jantung, yang mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap O2 dan nutrisi. Jantung menggunakan 70%-80% O2 yang dihantarkan melalui arteri koronaria. Arteri koronaria muncul dari aorta dekat hulunya di ventrikel kiri. Dinding sisi kiri jantung disuplai dengan bagian yang lebih banyak melalui arteri koronaria utama kiri, yeng kemudian terpecah menjadi dua cabang besar ke bawah (arteri desendens anterior sinistra) dan melintang (arteri sirkumfleksia) sisi kiri jantung. Jantung kanan dipasok oleh arteri koronaria dekstra.<br />Otot jantung merupakan jaringan otot khusus yang secara mikroskopis mirip dengan otot lurik yang dibawah control kesadaran. Namun secara fungsional menyerupai otot polos karena sifatnya volunteer.<br />Sistem Hantaran Jantung<br />Kontraksi teratur dari atrium dan ventrikel yang terjadi secara metodis membangkitkan dan menghantarkan impuls listrik ke sel-sel miokardium. Nodus sinoatrial (SA) terlatak antara sambungan vena cava superior dan atrium kanan, adalah awal mula system hantaran dan normalnya berfungsi sebagai pace maker ke seluruh miokardium. Besar impuls yang dihasilkan 60-100 impuls/menit. Nodus Atrioventrikuler (AV) terletak di dinding atrium kanan dekat katup trikuspidalis menghasilkan impuls 40-60 impuls/menit. Setelah dari AV Node impuls dihantarkan melalui serabut otot halus (bundle his) yang berjalan di dalam septum yang memisahkan ventrikel kanan dan kiri yang kemudian berakhir sebagai serabut pukinje.<br /><br />Fisiologi Jantung<br />Selintas elektrofisiologi<br />Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion (partikel bermuatan Natrium, Kalium, Kalsium)bergerak menembus membrane sel. Perbedaan muatan listrik yang tercatat dalam sebuah sel mengakibatkan apa yang dinamakan potensial aksi jantung.<br />Pada keadaan istirahat, otot jantung terdapat dalam keadaan terpolarisasi, artinya terdapat perbedaan muatan listrik antara bagian dalam membrane yang bermuatan negative dan bagian luar yang bermuatan positive. Siklus jantung bermula saat dilepaskannya impuls listrik, mulailah fase depolarisasi. Permeabilitas membrane sel berubah dan ion bergerak melintasinya. Dengan bergeraknya ion kedalam sel, maka bagian dalam sel akan menjadi positive. Kontraksi otot terjadi setelah depolarisasi. Sel otot jantung normalnya akan mengalami depolarisasi ketika sel-sel tetangganya mengalami depolarisasi. Depolarisasi sebuah sel system hantaran khusus yng memadai akan mengakibatkan depolarisasi dan kontraksi sel miokardium. Repolarisasi terjadi saat sel kembali ke keadaan dasar (menjadi lebih negative) dan sesuai dengan relaksasi otot miokardium.<br />Setelah influk natrium cepat ke dalam sel selama depolarisasi, permeabilitas membrane sel terhadap kalsium akan berubah, sehingga memungkinkan ambilan kalsium, yang terjadi selama fase plateau repolarisasi, jauh lebih lambat dari Natrium dan berlangsung lebih lama. Interaksi antara perubahan voltase membrane dan kontraksi otot dinamakan kopling elektro mekanikal.<br />Otot jantung tidak seperti otot lurik atau polos, mempunyai periode refraktori yang panjang pada saat sel tidak dapat distimulasi untuk berkontraksi. Hal tersebut melindungi jantung dari kontraksi berkepanjangan yang dapat mengakibatkan henti jantung mendadak.<br />Kopling elektomekanikal dan kontraksi jantung yang normal tergantung pada komposisi cairan interstitial sekitar otot jantung. Komposisi cairan tersebut pada gilirannya tergantung pada komposisi darah. Meke perubahan komposisi kalsium dapat mempengaruhi kontraksi serabut otot jantung. Perubahan konsentrasi kalium darah juga penting, karena kalium mempengaruhi voltase listrik normal sel.<br /><br />Etiologi<br />• Trombosis koroner<br />• Perdarahan plaqaterosklerosis<br />• Ateroskerosis pembuluh darah koroner<br />• Obstruksi arteri koronaria kiri<br />• Spasme pembuluh darah koroner<br /><br />Patofisiologi<br />Dua jenis komplikasi AMI terpenting adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi AMI, daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskineisa_ dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (SV) dan peningkatan akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel kiri. Peningkatan tekanan atrium kiri diatas 25 mmHg yang lama akan mengakibatkan transudasi cairan ke jaringan intestisium paru (gagal jantung). Perburukan hemodinamik ini bukan saj disebabkan karena daerah infark. Tetapi juga daerah iskemik dan sekitarnya. Sebagian akibat dari AMI sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun noninfark. Perubahan tersebut menyebabkan regenerasi ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel, timbulnya aritmia dan prognosis. Daerah diskinetik akibat AMI akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Terjadinya mekanisme seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung. Aritmia merupakan penyulit AMI yang tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah rangsangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsang dan kepekaan terhadap rangsang.<br /><br />Patoflowdiagram<br /><br /><br />Etiologi : -aterosklerosis - penyumbatan /oklusi total arteri<br />-Spasme pembuluh darah - koroner karena emboli/trombus<br /><br /><br /><br />Berkurangnya aliran darah koroner<br /><br />Keseimbangan antara kebutuhan dan supply o2 kejaringan miokard<br /><br />Metabolisme anaerob gangguan rasa nyaman nyeri dada<br />gangguan perfusi jaringan miokard<br />intoleransi aktivitas<br /><br />Ischemika<br /><br /><br />Injury<br /><br /><br />Infark<br /><br />kehilangan facia notot yang efektif gangguan konduksi<br /><br />gangguan kontraktilitas disritmia resti penurunan O2<br /><br />stroke volume menurun<br /><br /><br /><br />cardiac output menurun<br /><br />perfusi jaringan organ menurun<br /><br /><br /><br />kulit ginjal otak<br /><br />cyanosis RBF menurun,GFR menurun ischemik<br />dingin Oliguri hipoksia infark<br />lembab<br /><br /><br /><br />Manifestasi Kinis<br />• Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus menerus, terletak di bawah bagian sternum dan perut atas<br />• Rasa nyeri yang tajam dan berat, bias menyebar ke bahu dan biasanya ke lengan kiri<br />• Nyeri sering disertai dengan napas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing dan kepala ringan, mual serta muntah<br />• Keluhan yang khas adalah nyeri dad retrosternum, seperti diremas-remas atau tertekan<br />• Sering tamapak ketakutan<br />• Dapat ditemui bunyi jantung ke-2 yang pecah paradoksal, irama gallop<br />• Tachycardia, kulit yang pucat, dingin dan hipertensi ditemukan pada kasus yang relative lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba didinding dada AMI anterior.<br /><br />Komplikasi<br />a. Aritmia<br />b. Oedema paru akut<br />c. Gagal jantung<br />d. Syok kardiogenik<br />e. Efusi prekardial<br />f. Rupture miokard<br />g. Stroke<br /><br />Tes Diagnostik<br />a. Stratifikasi klinik (killip) untuk menentukan prognosis<br />Killip kelas I : penderita AMI tanpa S3 atau ronchi basal. Angka kematian ±8%<br />Killip kelas II : ditemukan ronchi pada < ½ lapang paru, dengan atau tanpa S3 AK ±30% Killip kelas III : ronchi pada >½ lapang paru, biasanya dengan edema paru, AK ±44%<br />Killip kelas IV : penderita dengan syok kardiogenik, AK ±60%<br />b. EKG<br />1. Perubahan EKG :<br />• elevasi segmen ST min 1 pada ≥2 sandapan ekstremitas<br />• elevasi segmen ST min 2 pada ≥ 2 sandapan prekordial yang berurutan<br />• perubahan kompleks QRS : gelombang Q lebih lebar dari normal, biasanya > 0,03 detik pada daerah nekrosis atau amplitude responden menurun atau gelombang menghilang pada > 1 sadapan prekordial<br />2. Lokasi infark dan sadapan EKG-nya<br />• infark anterior : elevasi ST pada v1-v4 menandakan oklusi pada arteri desenden anterior kiri<br />• infark inferior : elevasi ST pada II,III,AVF, menandakan oklusi pada arteri koronaria kanan<br />• infark ventrikel kanan : elevasi ST pada II,III,AVF,V4R, menandakan oklusi pada arteri koronaria kanan<br />• infark lateral : elevasi ST pada I,AVL,V5,V6, menandakan oklusi pada arteri sirkumfleksi kiri dapat merupakan bagian dari berbagi sisi infark<br />• infark posterior : depresi segmen ST disadapan V1-V2 dengan gelombang responden meningkat menandakan oklusi pada arteri koronaria kanan atau arteri sirkumfleksi kiri atau keduanya dapat merupakan bagian dari sisi infark yang lain termasuk inferior.<br />c. Enzim jantung<br />Pemeriksaan laboratorium untuk nkonfirmasi AMI adalah enzim kreatinin kinase (CKMB) enzim ini meningkat 4-8 jam setelah AMI dan menurun 2-3 hari berikutnya. Troponin T (cTnT) dan troponin I (nTnI) merupakan pertanda baru untuk AMI. cTnT meningkat sampai hari ke-7 dan cTnI sampai hari ke 13-14 LDH meningkat mulai 24-48 jam setelah AMI mencapai puncak pada hari ke 3-6 dan kembali normal pada hari ke 8-14, rasio LDH 1 atau LDH 2 > 1,0, membantu menegakkan diagnosa AMI<br />TRIASE AMI :1. Nyeri dada<br />2. Gambaran EKG (ST elevasi)<br />3. Perubahan enzim jantung<br /><br />Konsep Asuhan Keperawatan AMI<br />Data dasar pengkajian pasien<br />• Aktivitas<br />Ø Gejala : - kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur<br />- pola hidu menetap, jadwal olah raga tidak teratur<br />Ø Tanda : tkikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas<br />• Sirkulasi<br />Ø Gejala : riwayat AMI sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, diabetes mellitus<br />Ø Tanda : tekanan darah dapat normal atau naik-turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk berdiri, nadi dapat normal penuh atau tidak kuat atau lemah, tidak teratur, BJ ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung atau penurun an kontraktilitas ventrikel<br />• Integritas ego<br />Ø Gejala : - menyangkal gejala penting atau kondisi<br />- takut mati, perasaan ajal sudah dekat<br />- marah pada penyakit atau perawatan<br />- kuatir tentang keluarga, kerja, keuangan<br />Ø tanda : menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri.<br />• Eliminasi<br />Ø Tanda : normal atau bunyi usus menurun<br />• Makan atau cairan<br />Ø Gejala : mual, kehilangan nafsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar<br />Ø Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering atau berkeringat, muntah, penurunan BB<br />• Hygiene<br />Ø Gejala atau tanda : kesulitan untuk melakukan perawatan diri<br />• Neurosensorik<br />Ø Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun<br />Ø Tanda : perubahan mental, kelemahan<br />• Nyeri atau ketidakmampuan<br />Ø Gejala : - nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktivitas), tidak hilang dengan istirahat atu nitrogliserin<br />- lokasi tipikal pada dada anterio substernal prekordial, dapat menyebar ketangan, rahang, wajah<br />Ø Tanda : wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis, merintih, meregang, mengeliat, menarik diri, kehilangan kontak mata, respon osmatik, perubahan frekuensi atau irama jantung, TD, pernapasan, warna kulit, kesadaran.<br />• Pernafasan<br />Ø Gejala : dyspnea dengan atau tanpa kerja, dyspnea nocturnal, batuk dengan atau tanpa produksi spuitum, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis<br />Ø Tanda : peningkatan frekuensi nafas, nafas sesak atau kuat, pucat atau cyanosis, bunyi nafas : bersih atau cracles atau mengi, sputum : bersih, merah muda kental<br />• Interaksi social :<br />Ø Gejala : stress, kesulitan koping dengan stressor yang ada<br />Ø Tanda : kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi (marah, takut), menarik diri dari keluarga<br /><br /><br /><br />• Penyuluhan atau pembelajaran<br />Ø Gejala : riwayat keluarga penyakit jantung atau AMI, DM, stroke, hipertensi, penyakit vaskuler perifer, penggunaan tembakau ( merokok).<br />DIAGNOSA dan INTERVENSI<br />1. Nyeri dada b.d berkurangnya aliran darah koroner<br />Hasil yang diharapkan :<br />• Menyatakan nyeri dada hilang atau terkontrol<br />• Mendemonstrasikan penggunaan tehnik relaksasi<br />• Menunjukan menurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak<br /><br />INTERVENSI<br />RASIONAL<br />1.Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal dan respon hemodinamik<br />Variasi penampilan dan perilaku pasien area nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian. Pernafasan mungkin meningkat sebagai akibat nyeir dan b.d cemas<br />2.Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri termasuk lokasi intensitas, lamanya kualitas dan penyebaran<br />Nyeri sebagai pengalaman subyektif dan harus digambarkan oleh pasien<br />3.Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina atau AMI<br />Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai dengan identifikasi komplikasi<br />4.Anjurkan klien untuk melaporkan nyeri dengan segera<br />Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaran nyeri atau menurunkan peningkatan dosis<br />5.Berikan lingkungna yang tenang, aktivitas perlahan dan tindakan nyaman<br />Menurunkan rangsangan eksternasl dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini<br />6.Bantu klien melakukan tehnik relaksasi<br />Membantu dalam penurunan persepsi atau respon nyeri. Memberikan control situasi, meningkatkan perilaku positive<br />7. Hipotensi atau depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat pemberian narkotik<br />periksa TTV sebelum dan sesudah obat narkotik<br /><br />2. Cemas b.d takut akan kematian<br />Hasil yang diharapkan :<br />• Mengenal perasaannya<br />• Mengidentifikasi<br />• Penyebab, factor yang mempengaruhi<br />• Menyatakan penurunan ansietas<br />• Mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalah yang positive<br />• Mengidentifikasi sumber secara tepat<br /><br />INTERVENSI<br />RASIONAL<br />1.Identifikasi dan ketahui persepsi klien terhadap ancaman atau situasi. Dorong mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan, takut<br />Koping terhadap nyari dan trauma emosi AMI sulit. Pasien dapat takut mati atau cemas tentang lingkungan<br />2.catat adanya kegelisahan, menolak dan menyangka<br />Penelitian terhadap frekuensi hidup antara individu tipe A atau B dan tampak penolakann telah berarti 2. *-sprtesi marah atau gelisah peningkatan resiko AMI<br />3.Mempertahankan gaya percaya<br />Penjelasan yang jujur dapat menghilangkan kecemasan<br />4.Kaji tanda verbal atau nonverbal, kecemasan dan tinggal dengan pasien<br />Pasien mungkin tidak menunjukan masalah secara langsung, tapi kata-kata atau tindakan dapat menunjukan rasa agitasi, mara dan gelisah<br />5.Terima tapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan penolakan. Hindari kofrontasi<br />Menyangkal dapat menguntungkan dalam menurunkan cemas tapi dapat menunda penerimaan terhadap kenyataan situasi saat itu<br />6.Orientasi pasie atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan<br />Perkiraan dan informasi dapat menurunka kecemasan pasien dan keluarga<br />7.Jawab semua pertanyaan secara nyata. Berikan informasi konsisten, ulangi sesuai indikasi<br />Informasi yang tepat tentang situasi menurunkan takut<br /><br />3. Potensial gangguan perfusi jaringan b.d turunnya CO<br />Hasil yang diharapkan :<br />Klien mendemonstrasikan perkusi adekuat secara individual<br /><br />INTERVENSI<br />RASIONAL<br />1.Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinyu seperti cemas, bingung, letargi, pingsan<br />Perfusi cerebral secara langsung b.d curah jantung dan dipengaruhi oleh elektrolit. Hypoxia<br />2.Lihat pucat, cyanosis, kulit dingin atau lembab, catat kekuatan nadi perifer<br />Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit atau nadi<br />3.Kaji tanda human (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi)eritema, edema<br />Indicator trombosis vena<br />4.Dorong latihan kaki aktif atau pasif, hindari latihan isometrik<br />Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboflebitis<br />5.Pantau pernafasan, catat kerja pernafasan<br />Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distress pernafasan<br />6.Kaji fungsi gastrointestinal, catat anorexia penurunan atau tidak ada bising usus, mual atau muntah, distensi abdomen, konstipasi<br />Penurunan aliran darah ke mesenterikus dapat mengakibatkan disfungsi gastrointestinal, contoh : kehilangan peristaltic<br />7. Pemantauan pemasukan dan catat perubahan haluaran urin. Catat BJ sesuai indikasi<br />Dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi yang berdampak negative pada perfusi dan fungsi organ.<br />SUMBER :<br />Pedoman Tata Laksana Miokardium Akut, 2000<br />Pedoman Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2004<br />Doenges, Marylin. Rencana Asuhan Keperawatan jakarta : EGC<br /><br /><br /><br /><br /><br />Definisi <br />Akut Miokard Infark adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan pada arteri koroner (Hudak & Galo ; 1997). Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga menyubat aliran darah ke jaringan otot jantung.<br />Aterosklerotik adalah suatu penyakit pada ateri-arteri besar dan sedang dimana lesi lemak yang disebut Plak ateromatosa timbul pada permukaan dalam dinding arteri sehingga mepersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke arteri bagian distal (Hudak & Gallo ; 1997).<br /> <br />Proses Terjadinya Infark<br />Thrombus menyumbat aliran darah arteri koroner suplai nutrisis dan O2 <br />Kebagian distal terhambat sel otot jantung bagian distal mengalami hipoksia iskhemik infark serat otot menggunakan sisa akhir oksigen daqlam darah hemoglobin menjadi teroduksi secara total danmenjadi berwarna biru gelap dindingarteri menjadi permiable edmatosa sel sel mati<br /> <br />Mekanisme Nyeri Pada AMI :<br />Sumbatan arteri kororner oleh thrmbus suplai aliran darah kebagian distal terhambat hipoksia jaringan energi sel otot menggunakan metabolisme CO2 (metabolisme anaerob) menghasilkan asam laktat dan juga merangsang pengeluaran zat-zat iritatif lainnya seperti: histamin, kinin, atau enzim proteolitk selular merangsang ujung-ujung syaraf reseptor nyeri di otot jantung impuls nyeri dihantarkan melalui serat saraf aferen simpatis thalamus korteks serebri serat saraf eferen dipersepsikan nyeri.<br /> <br />Perangsang syaraf simpatis yang berlebihan akan menyebabkan:<br />1. Meningkatkan kerja jantung dengan menstamulasi SA Node sehingga menghasilkan frekuensi denyut jantung lebih dari normal takhikardi<br />2. Merangsang kelenjar keringat ekresi keringat yang berlebihan<br />3. Menekan kerja parasimpatis gerakan peristaltic menurun akumulasi caiaran disaluran pencernaan regurgitasi rasa penuh dilambung merangsang pusat mual / muntah <br />4. vasokontriksi pembuluh darah ferifer alir balik darah vena ke atrium kanan meningkat tekanan darang meningkat<br /> <br />Faktor Resiko Terjadinya AMI (menurut Framingharm’s)<br />1. Hiperkolesterolemia > 275 mg/dl<br />2. merokok sigaret > 20 batang/hari<br />3. kegemukan >120% dari berat badan ideal<br />4. hipertensi >160/90 mmHg<br />5. gaya hidup monoton<br /> <br />Tanda dan Gejala yang timbul pada AMI<br />1. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri<br />2. Takhikardi<br />3. Keringat banyak sekali<br />4. Kadang mual bahkan muntah<br />5. Dispnea<br />6. Pada pemeriksaan EKG<br />a. Fase hiperakut (beberapa jam permulaan serangan)<br />- Elevasi yang curam dari segmen ST<br />- Gelombang T yang tinggi dan lebar<br />- VAT memanjang<br />- Gelombang Q tampak<br />a. Fase perkembangan penuh (1-2 hari kemudian)<br />- Gelombang Q patologis<br />- Elevasi segmen ST yang cembung ke atas<br />- Gelombang T yang terbalik (arrowhead)<br />a. Fase resolusi (beberapa minggu /bulan kemudian)<br />- Gelombang Q patologis tetap ada<br />- Segmen ST mengkin sudah kembali iseolektris<br />- Gelombang T mungkin sudah menjadi normal<br />1. Pada pemeriksaan darah (enzim jantung : CK & LDH)<br />a. Creatinin kinase (CK) meningkat pada 6-8 jam setelah awitan infark dan memuncak antara 24 & 28 jam pertama. Pada 2-4 hari setelah awitan AMI normal<br />b. Dehidrogenase laktat (LDH) mulai tampak melihat pada serum setelah 24 jam pertama setelah awitan dan akan tinggi selama 7-10 hari.<br /> <br />Enzim Meningkat Puncak Kembali normal<br />CK 3-8 jam 10-30 jam 2-3 hari<br />CK-MB 3-6 jam 10-24 jam 2-3 hari<br />CK-MB2 1-6 jam 4-8 jam 12-48 jam<br />LDH 14-24 jam 48-72 jam 7-14 hari<br />LDH1 14-24 jam 48-72 jam 7-14 hariSAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-69122298212190163412009-01-03T20:47:00.001-08:002009-01-03T20:47:34.439-08:00ASKEP Gagal Ginjal AkutA. Pengertian Gagal Ginjal Akut<br />Adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah (Imam Parsoedi A dan Ag. Soewito :Ilmu Penyakit dalam Jilid II;91 )<br /> <br />B. Klasifikasi :<br />1. Gagal Ginjal Akut Prerenal<br />2. Gagal Ginjal Akut Post Renal<br />3. Gagal Ginjal Akut Renal<br /> <br />Gagal Ginjal Akut Prerenal; <br />Gagal ginjal akut Prerenal adalah keadaan yang paling ringan yang dengan cepat dapat reversibel, bila ferfusi ginjal segera diperbaiki. Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik/morfologik pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA).<br /> <br />Etiologi <br />1.Penurunan Volume vaskular ; <br />a. Kehilangan darah/plasma karena perdarahan,luka bakar.<br />b. Kehilangan cairan ekstraselular karena muntah, diare.<br /> <br />2. Kenaikan kapasitas vaskular<br />a. sepsis<br />b. Blokade ganglion<br />c. Reaksi anafilaksis.<br /> <br />3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung<br />a. renjatan kardiogenik<br />b. Payah jantung kongesti<br />c. Tamponade jantung<br />d. Distritmia<br />e. Emboli paru<br />f. Infark jantung.<br /> <br />Gagal Ginjal Akut Posrenal <br />GGA posrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi, meskipun dapat juga karena ekstravasasi<br /> <br />Etiologi <br />1. Obstruksi<br />a. Saluran kencing : batu, pembekuan darah, tumor, kristal dll.<br />b. Tubuli ginjal : Kristal, pigmen, protein (mieloma).<br />2. Ektravasasi.<br /> <br />Gagal Ginjal Akut Renal <br />1. GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :<br />a. Glomerulonefritis<br />b. Nefrosklerosis<br />c. Penyakit kolagen<br />d. Angitis hipersensitif<br />e. Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia, atau kuman.<br />2.Nefrosis Tubuler Akut ( NTA )<br />Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal sebagai kelanjutan GGA. Prerenal atau pengaruh bahan nefrotoksik.Bila iskemia ginjal sangat berat dan berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis kortikol akut( NKA) dimana lesi pada umumnya difus pada seluruh korteks yang besifat reversibel.Bila lesinya tidak difus (patchy) ada kemungkinan reversibel.<br /> <br />Pemeriksaan Laboratorium :<br />1. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.<br />2. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.<br />3. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.<br />4. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.<br />5. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.<br />6. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah ginjal rusak.<br />7. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin, porfirin.<br />8. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh : glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.<br />9. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal kronik.<br />10. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1.<br />11. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.<br />12. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.<br />13. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.<br />14. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF.<br />15. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal.<br />16. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.<br /> <br />Darah :<br />1. Hb. : menurun pada adanya anemia.<br />2. Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan hidup.<br />3. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme.<br />4. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1<br />5. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.<br />6. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).<br />7. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.<br />8. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.<br />9. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.<br />10. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena kekurangan asam amino esensial<br />11. CT.Skan<br />12. MRI<br />13. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.<br /> <br />C. Pengkajian<br />1. Aktifitas dan istirahat :<br />a. gejala : Kelitihan kelemahan malaese<br />b. Tanda : Kelemahan otot dan kehilangan tonus.<br /> <br />2. Sirkulasi.<br />Tanda : hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi maligna,eklampsia, hipertensi akibat kehamilan).<br />Disritmia jantung.<br />Nadi lemah/halus hipotensi ortostatik(hipovalemia).<br />DVI, nadi kuat,Hipervolemia).<br />Edema jaringan umum (termasuk area periorbital mata kaki sakrum).<br />Pucat, kecenderungan perdarahan.<br /> <br />3. Eliminasi<br />a. Gejala : Perubahan pola berkemih, peningkatan frekuensi,poliuria (kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir)<br />Disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi).<br />Abdomen kembung diare atau konstipasi<br />Riwayat HPB, batu/kalkuli<br />b. Tanda : Perubahan warna urine contoh kuning pekat,merah, coklat, berawan.<br />Oliguri (biasanya 12-21 hari) poliuri (2-6 liter/hari).<br /> <br />4. Makanan/Cairan<br />a. Gejala : Peningkatan berat badan (edema) ,penurunan berat badan (dehidrasi).<br />Mual , muntah, anoreksia, nyeri uluhati<br />Penggunaan diuretik<br />b. Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban.<br />Edema (Umum, bagian bawah).<br /> <br />5. Neurosensori<br />a. Gejala : Sakit kepala penglihatan kabur.<br />Kram otot/kejang, sindrom “kaki Gelisah”.<br />b. Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidak seimbangan elektrolit/ asama basa.<br />Kejang, faskikulasi otot, aktifitas kejang.<br /> <br />6. Nyeri/Kenyamanan<br />a. Gejala : Nyeri tubuh , sakit kepala<br />b. Tanda : Perilaku berhati-hati/distrkasi, gelisah.<br /> <br />7. Pernafasan <br />a. Gejala : nafas pendek<br />b. Tanda : Takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kusmaul, nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda( edema paru ).<br /> <br />8. Keamanan<br />a. Gejala : adanya reaksi transfusi<br />b. Tanda : demam, sepsis(dehidrasi), ptekie atau kulit ekimosis, pruritus, kulit kering.<br /> <br />9. Penyuluhan/Pembelajaran:<br />Gejala : riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urianrius, malignansi., riwayat terpapar toksin,(obat, racun lingkungan), Obat nefrotik penggunaan berulang Contoh : aminoglikosida, amfoterisisn, B,anestetik vasodilator, Tes diagnostik dengan media kontras radiografik, kondisi yang terjadi bersamaan tumor di saluran perkemihan, sepsis gram negatif, trauma/cedera kekerasan , perdarahan, cedra listrik, autoimunDM, gagal jantung/hati.<br />D. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul :<br />1. Perubahan kelebihan volume cairan b/d gagal ginjal dengan kelebihan air.<br />2. Resiko tinggi terhadap menurunnya curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairandan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.<br />3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme protein<br />4. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet, anemia.<br />5. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi.<br />6. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan.<br />7. Kurang pengetahuan tentang kondisi,prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang mengingat.<br />RENCANA KEPERAWATAN<br />Diagnosa Kep 1<br />1. Perubahan kelebihan cairan b/d gagal ginjal dgn kelebihan air<br />Tujuan / Kriteria<br />Perubahan kelebihan cairan tidakterjadi<br />Kriteria :<br />• Menunjukan haluaran urine tepat <br />• BJ.urine normal <br />• BB stabil <br />• Tanda vital normal <br />• Edema tidak ada <br /> <br />Intervensi<br />Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.<br />Awasi bj. Urine<br />Timbang BB. Tiap hari dengan alat yang sama.<br />Awasi nadi, Tekanan darah, suara paru.<br />Kaji kulit, wajah area edema evaluasi derajat edema<br />Auskulstasi paru dan bunyi jantung<br />Kolaborasi ;<br />Perbaiki penyebab : contohnya memperbaiki ferfusi ginjal<br />Awasi pemeriksaan Lab: Bun,Kreatinin, Na, K, Hb/Ht, Foto thorax<br />Batasi cairan sesuai dengan Indikasi<br />Berikan obat sesuai dengan indikasi:Diuretik,antihipertensi.<br /> <br />Rasional<br />Menentukan fungsi ginjal dan kebutuhan penggantian cairan.<br />Mengukur kemampuan ginjal mengkonsentrasikan urin.<br />Pengawasan status cairan tubuh<br />Mengetahui tachicardi,hipertensi dan edema paru dan bunyi nafas tambahan.<br />Mudah terjadinya edema dan mengetahui akumulasi cairan<br />Deteksi dini terjadinya oedema paru<br />Mengembalikan ke fungsi normal.<br />Mengkaji berlanjutnya disfungsi gagal <br />Manajemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari semua sumber ditambah prakiraan kehilangan yang tak tampak..<br />Untuk melebarkan lumen tubulerdari debris, meningkatkan vol. Urine adekuat, antihipertensi untuk mengatasi hipertensi sehingga menurunkan aliran darah ginjalSAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6924516426013931963.post-69159200440353216252009-01-03T20:42:00.000-08:002009-01-03T20:43:31.882-08:00ASKEP FRAKTUR1. Pengertian<br />a Fraktur <br />Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing. <br />b Patah Tulang Tertutup<br />Didalam buku Kapita Selekta Kedokteran tahun 2000, diungkapkan bahwa patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Pendapat lain menyatidakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992). <br />c Patah Tulang Humerus<br />Adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi atas : <br />1) Fraktur Suprakondilar Humerus<br />2) Fraktur Interkondiler Humerus <br />3) Fraktur Batang Humerus<br />4) Fraktur Kolum Humerus<br />Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :<br />1) Tipe Ekstensi<br />Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi.<br />2) Tipe Fleksi<br />Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi.<br />(Mansjoer, Arif, et al, 2000)<br />d Platting<br />Adalah salah satu bentuk dari fiksasi internal menggunakan plat yang terletidak sepanjang tulang dan berfungsi sebagai jembatan yang difiksasi dengan sekrup. <br />Keuntungan :<br />1) Tercapainya kestabilan dan perbaikan tulang seanatomis mungkin yang sangat penting bila ada cedera vaskuler, saraf, dan lain-lain.<br />2) Aliran darah ke tulang yang patah baik sehingga mempengaruhi proses penyembuhan tulang.<br />3) Klien tidak akan tirah baring lama.<br />4) Kekakuan dan oedema dapat dihilangkan karena bagian fraktur bisa segera digerakkan.<br />Kerugian :<br />1) Fiksasi interna berarti suatu anestesi, pembedahan, dan jaringan parut.<br />2) Kemungkinan untuk infeksi jauh lebih besar.<br />3) Osteoporosis bisa menyebabkan terjadinya fraktur sekunder atau berulang.<br />2. Anatomi Dan Fisiologi <br />a Struktur Tulang<br />Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES). <br />Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995).<br />b Tulang Panjang<br />Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga medula (marrow) adalah pusat dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993)<br />c Tulang Humerus<br />Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan ujung bawah. <br />1) Kaput <br />Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur. <br />2) Korpus<br />Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.<br />3) Ujung Bawah<br />Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, Evelyn C, 1997)<br />d Fungsi Tulang<br />1) Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.<br />2) Tempat mlekatnya otot.<br />3) Melindungi organ penting.<br />4) Tempat pembuatan sel darah.<br />5) Tempat penyimpanan garam mineral.<br />(Ignatavicius, Donna D, 1993)<br />3. Etiologi <br />1) Kekerasan langsung<br />Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. <br />2) Kekerasan tidak langsung<br />Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.<br />3) Kekerasan akibat tarikan otot<br />Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.<br />Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.<br />(Oswari E, 1993)<br />4. Patofisiologi <br />Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)<br />a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur<br />1) Faktor Ekstrinsik<br />Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur. <br />2) Faktor Intrinsik<br />Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.<br />( Ignatavicius, Donna D, 1995 )<br />b. Biologi penyembuhan tulang<br />Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:<br />1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma<br />Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.<br />2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler<br />Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.<br />3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus<br />Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada<br />permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.<br />4) Stadium Empat-Konsolidasi<br />Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.<br />5) Stadium Lima-Remodelling<br />Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.<br />(Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)<br />c. Komplikasi fraktur<br />1) Komplikasi Awal<br />a) Kerusakan Arteri<br />Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.<br />b) Kompartement Syndrom<br />Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.<br />c) Fat Embolism Syndrom<br />Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.<br />d) Infeksi <br />System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.<br />e) Avaskuler Nekrosis<br />Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.<br />f) Shock<br />Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.<br />2) Komplikasi Dalam Waktu Lama<br />a) Delayed Union<br />Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.<br />b) Nonunion<br />Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang. <br />c) Malunion<br />Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.<br />(Black, J.M, et al, 1993) <br />5. Klasifikasi Fraktur <br />Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:<br />a. Berdasarkan sifat fraktur.<br />1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. <br />2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.<br />b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.<br />1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.<br />2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:<br />a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)<br />b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.<br />c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.<br />c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.<br />1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.<br />2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.<br />3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.<br />4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.<br />5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.<br />d. Berdasarkan jumlah garis patah.<br />1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.<br />2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.<br />3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.<br />e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.<br />1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.<br />2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:<br />a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).<br />b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).<br />c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).<br />f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.<br />g. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.<br />Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:<br />a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.<br />b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.<br />c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.<br />d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.<br />(Apley, A. Graham, 1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995, Ignatavicius, Donna D, 1995, Oswari, E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, Price, Sylvia A, 1995, dan Reksoprodjo, Soelarto, 1995)<br />6. Dampak Masalah <br />Ditinjau dari anatomi dan patofisiologi diatas, masalah klien yang mungkin timbul terjadi merupakan respon terhadap klien terhadap enyakitnya. Akibat fraktur terrutama pada fraktur hunerus akan menimbulkan dampak baik terhadap klien sendiri maupun keada keluarganya.<br />a Terhadap Klien<br />1) Bio <br />Pada klien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya yang terkena trauma, peningkatan metabolisme karena digunakan untuk penyembuhan tulang, terjadi perubahan asupan nutrisi melebihi kebutuhan biasanya terutama kalsium dan zat besi<br />2) Psiko<br />Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari fraktur, perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, dampak dari hospitalisasi rawat inap dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru serta tuakutnya terjadi kecacatan pada dirinya.<br />3) Sosio<br />Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena harus menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga perasaan akan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri seperti biasanya.<br />4) Spiritual <br />Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya. <br />b Terhadap Keluarga<br />Masalah yang timbul pada keluarga dengan salah satu anggota keluarganya terkena fraktur adalah timbulnya kecemasan akan keadaan klien, apakah nanti akan timbul kecacatan atau akan sembuh total. Koping yang tidak efektif bisa ditempuh keluarga, untuk itu peran perawat disini sangat vital dalam memberikan penjelasan terhadap keluarga. Selain tiu, keluarga harus bisa menanggung semua biaya perawatan dan operasi klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga.<br />Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang masalah juga bisa timbul saat klien pulang dan tentunya keluarga harus bisa merawat, memenuhi kebutuhan klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga dan bisa menimbulkan konflik dalam keluarga.<br />B. ASUHAN KEPERAWATAN<br />Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.<br />1. Pengkajian <br />Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:<br />a. Pengumpulan Data<br />1) Anamnesa <br />a) Identitas Klien<br />Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.<br />b) Keluhan Utama<br />Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:<br />(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.<br />(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.<br />(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.<br />(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.<br />(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.<br />(Ignatavicius, Donna D, 1995)<br />c) Riwayat Penyakit Sekarang<br />Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).<br />d) Riwayat Penyakit Dahulu<br />Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).<br />e) Riwayat Penyakit Keluarga<br />Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).<br />f) Riwayat Psikososial<br />Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).<br />g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan<br />(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat<br />Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).<br />(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme<br />Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.<br />(3) Pola Eliminasi<br />Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)<br />(4) Pola Tidur dan Istirahat<br />Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).<br />(5) Pola Aktivitas<br />Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).<br />(6) Pola Hubungan dan Peran<br />Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).<br />(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri<br />Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).<br />(8) Pola Sensori dan Kognitif<br />Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995). <br />(9) Pola Reproduksi Seksual<br />Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995). <br />10) Pola Penanggulangan Stress<br />Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).<br />11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan<br />Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignatavicius, Donna D, 1995). <br />2) Pemeriksaan Fisik<br />Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam. <br />a) Gambaran Umum<br />Perlu menyebutkan:<br />(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:<br />(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.<br />(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.<br />(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.<br />(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin<br />(a) Sistem Integumen<br />Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.<br />(b) Kepala<br />Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.<br />(c) Leher <br />Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.<br />(d) Muka<br />Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.<br />(e) Mata<br />Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)<br />(f) Telinga<br />Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.<br />(g) Hidung<br />Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.<br />(h) Mulut dan Faring<br />Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.<br />(i) Thoraks<br />Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.<br />(j) Paru<br />(1) Inspeksi <br />Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.<br />(2) Palpasi <br />Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.<br />(3) Perkusi <br />Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.<br />(4) Auskultasi <br />Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.<br />(k) Jantung<br />(1) Inspeksi<br />Tidak tampak iktus jantung.<br />(2) Palpasi<br />Nadi meningkat, iktus tidak teraba.<br />(3) Auskultasi <br />Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.<br />(l) Abdomen<br />(1) Inspeksi<br />Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.<br />(2) Palpasi<br />Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.<br />(3) Perkusi<br />Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.<br />(4) Auskultasi <br />Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.<br />(m) Inguinal-Genetalia-Anus <br />Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.<br />b) Keadaan Lokal<br />Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:<br />(1) Look (inspeksi)<br />Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:<br />(a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).<br />(b) Cape au lait spot (birth mark).<br />(c) Fistulae. <br />(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.<br />(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).<br />(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)<br />(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)<br />(2) Feel (palpasi) <br />Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.<br />Yang perlu dicatat adalah:<br />(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.<br />(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.<br />(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal).<br />Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.<br />(3) Move (pergeraka terutama lingkup gerak)<br />Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.<br />(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)<br />3) Pemeriksaan Diagnostik<br />a) Pemeriksaan Radiologi<br />Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:<br />(1) Bayangan jaringan lunak.<br />(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.<br />(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.<br />(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.<br />Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:<br />(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.<br />(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.<br />(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.<br />(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.<br />b) Pemeriksaan Laboratorium<br />(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.<br />(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.<br />(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.<br />c) Pemeriksaan lain-lain<br />(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.<br />(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.<br />(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.<br />(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.<br />(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.<br />(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.<br />(Ignatavicius, Donna D, 1995)<br />b. Analisa Data<br />Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi dua data yaitu, data sujektif dan data objektif, dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.<br />2. Diagnosa Keperawatan<br />Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.<br />3. Perencanaan <br />4. Pelaksanaan<br />5. Evaluasi<br /> <br /> <br />DAFTAR PUSTAKA<br />Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta, 1995.<br />Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company, 1995.<br />Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999.<br />Dudley, Hugh AF, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM, 1986.<br />Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 1991.<br />Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta, 1992.<br />Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta, 1994.<br />Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B. Saunder Company, 1995.<br />Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan, EGC, Jakarta, 1994.<br />Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996.<br />Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI, Jakarta, 2000.<br />Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.<br />Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 1997.<br />Reksoprodjo, Soelarto, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995.<br />Tucker, Susan Martin, Standar Perawatan Pasien, EGC, Jakarta, 1998.SAUNG INTERNEThttp://www.blogger.com/profile/02966893230337114994noreply@blogger.com0